Perusda Kaltim Banyak Masalah

Keberadaan perusahaan daerah (Perusda) di Kaltim menjadi sorotan. Miliaran rupiah uang daerah diberikan sebagai penyertaan modal, namun banyak pula persoalan yang hinggap.

Data diterima oleh DPRD Kalimantan Timur, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) RI tahun anggaran 2024, beberapa Perusda atau badan usaha milik daerah (BUMD) menjadi catatan.

Dari catatan LHP BPK, Pemprov Kaltim menganggarkan penyertaan modal untuk Perusda senilai Rp 8,360 triliun pada 2024. Sementara realisasi hasil pengelolaan kekayaan daerah (laba), senilai Rp 237,697 miliar.

BPK pun melakukan audit terhadap sejumlah perusda dan hasilnya banyak masalah. Seperti Perusda PT Ketenagalistrikan yang rugi sejak 2022 karena belum menerima deviden dari pihak ketiga.

Lalu kerja sama antara Perusda PT Kaltim Melati Bhakti Satya dengan PT Pelindo IV, terkait pengelolaan Pelabuhan Kariangau di Balikpapan. BPK menilai kerja sama antara keduanya masih belum jelas. Kemudian PT Agro Kaltim Utama (AKU) yang tidak beroperasi sejak 2015 dan diusulkan di likuidasi dengan BUMD lain.

Catatan lainnya adalah piutang dari PT Migas Mandiri Pratama (MMP) yang belum diterima daerah senilai sekitar Rp 76,266 miliar. Piutang tersebut bersumber dari sejumlah anak perusahaan PT MMP senilai Rp 19 miliar, dan saat ini sedang berproses hukum (litigasi). Namun, ada pula piutang yang sedang diselesaikan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim senilai Rp 56,322 miliar.

Berkaca pada persoalan ini (hukum dan utang piutang perusda,red.) Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Timur, Sapto Setyo Purnomo angkat bicara. Ia menyebut memang ada pengelolaan aset dalam jumlah besar dan itu perlu kejelasan.

“Sepanjang saya membawahi mitra MBS dan Biro Ekonomi, belum ada utang triliunan. Tapi kalau MBS mengelola aset yang dipisahkan, ya memang satu triliunan lebih. Nah ini harus di-clear-kan,” tegas Sapto saat dikonfirmasi, Rabu 25 Juni 2025.

Sapto juga menekankan pentingnya pemisahan antara institusi perusahaan dengan individu yang terlibat dalam persoalan hukum. Menurutnya, jika ada dugaan pelanggaran, maka harus ditujukan kepada oknum yang bersangkutan, bukan kepada lembaga. “Direksi ini tidak ada hubungannya dengan permasalahan. Permasalahannya tetap berjalan. Kalau itu mencakup masalah hukum, ya diselesaikan oleh direksi-direksi lama. Tapi organisasinya, dalam hal ini Perusda-nya, kan tidak bermasalah. Orangnya yang bermasalah,” jelasnya.

Ia mengusulkan, agar dibuat mekanisme pertanggungjawaban yang terpisah. Sehingga persoalan hukum bisa diselesaikan secara individual tanpa membebani nama baik organisasi. “Jadi nanti kita harus bikin semacam pertanggungjawaban terpisah. Harus dipisahkan itu antara organisasi dengan oknumnya,” kata Sapto.

Terkait masa depan Perusda, Sapto menilai bahwa kemajuan atau stagnasi sebuah perusahaan sangat ditentukan oleh kualitas pemimpinnya. Ia mendorong agar manajemen baru bisa memperbaiki tata kelola serta menciptakan inovasi untuk memajukan perusahaan. “Perusahaan itu kan mau maju atau tidak tergantung pemimpinnya. Kalau pemimpinnya nggak benar, jangan harap mau menghasilkan keuntungan atau kinerja yang baik,” ujarnya.

Sebagai penutup, Sapto menekankan perlunya evaluasi menyeluruh. Ia menyarankan agar hal-hal positif tetap dilanjutkan dan hal-hal yang terbukti bermasalah harus ditinggalkan demi kemajuan Perusda ke depan. “Artinya, yang sudah baik ya harus ditindaklanjuti. Apa yang belum baik, ya kita tinggalkan dan harus dibuat terobosan-terobosan yang lebih baik,” tutup Politisi Golkar itu.

Perlu evaluasi

Kritik tajam juga disampaikan oleh Koordinator Pokja 30, Buyung Marajo. Buyung menilai selama ini tidak ada mekanisme pemantauan dan evaluasi yang transparan terhadap kinerja komisioner maupun direksi Perusda.

Bahkan, publik tidak pernah mengetahui apakah perusahaan-perusahaan milik daerah itu menghasilkan keuntungan atau justru merugi. “Pertama itu tidak pernah dilakukan monitor dan evaluasi. Misalnya terhadap kinerja para komisionernya. Yang kedua, tidak pernah dipublikasikan apa yang menjadi pendapatan, apa yang menjadi keuntungan dari Perusda yang dibuat oleh pemerintah provinsi,” ujar Buyung.

Ia juga mengkritik keras proses rekrutmen direksi Perusda yang dinilai sarat muatan politik dan jauh dari prinsip profesionalisme. “Jangan sampai Perusda ini sebagai bahan bancakan dan menjadi tahanan politik untuk pembagian kekuasaan dari proses pemenangan waktu pemilihan,” tegasnya.

Buyung menyayangkan ketertutupan pemerintah terhadap laporan keuangan dan penyertaan modal yang dilakukan terhadap Perusda. Ia menilai hal ini membuat Perusda gagal memberikan dampak nyata bagi masyarakat Kalimantan Timur.

“Gimana mau berdampak sedangkan ini tertutup. Tertutup pengalokasian anggaran, tertutup penyertaan modal, tertutup soal laporan,” jelasnya.

Ia bahkan mempertanyakan urgensi mempertahankan Perusda jika kinerjanya terus stagnan dan hanya menjadi beban anggaran daerah. “Kalau cuma segitu-segitu aja, ya ngapain kita buat terus dan ngabisin anggaran publik aja, kan?” katanya.(nizar/arie)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *