PAD dari Pariwisata Masih Minim

Anggota Komisi II DPRD Berau, Agus Uriansyah. (Dok.Disway Kaltim)

KABUPATEN Berau dikenal sebagai salah satu destinasi unggulan pariwisata di Kalimantan Timur, dengan total 218 titik wisata yang tersebar dari pesisir hingga pedalaman. Namun, potensi besar tersebut dinilai belum tergarap maksimal. Terbukti, hanya empat destinasi yang tercatat menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Hal ini disampaikan Anggota Komisi II DPRD Berau, Agus Uriansyah, yang menyoroti rendahnya kontribusi sektor pariwisata terhadap PAD daerah. Ia menyebut hanya Pulau Derawan, Maratua, Bidukbiduk, dan Pemandian Air Panas Bapinang yang memberikan pemasukan resmi ke kas daerah.

“Pariwisata ini seharusnya menjadi salah satu penyumbang PAD terbesar. Tapi dari 218 destinasi, hanya empat yang tercatat menyumbang. Ini jelas jadi pekerjaan rumah besar,” ujar Agus, Kamis (12/6/2025).

Ia menilai sektor pariwisata Berau belum dikelola secara optimal, padahal potensinya bisa menjadi pilar baru ekonomi daerah. Terlebih, selama ini perekonomian Berau masih bergantung pada sektor pertambangan yang tidak berkelanjutan.

“Sektor tambang itu pasti ada batasnya. Sementara pariwisata, kalau dikelola dengan baik, bisa terus berkembang dan menghasilkan,” tegasnya.

Menurut Agus, hambatan utama terletak pada minimnya kualitas sumber daya manusia (SDM) di bidang kepariwisataan. Ia mendorong pemerintah untuk memperluas pelatihan melalui Balai Latihan Kerja (BLK), terutama di wilayah sekitar destinasi.

“Pelatihan sangat penting agar masyarakat bisa ikut serta mengelola dan mengembangkan pariwisata. Jangan sampai potensi hanya dinikmati segelintir pihak,” jelasnya.

Selain SDM, infrastruktur penunjang juga menjadi sorotan. Agus menyebut masih banyak lokasi wisata yang belum terjangkau jaringan internet memadai. Padahal, kebutuhan digital wisatawan saat ini cukup tinggi.

Politikus Partai Perindo ini mendorong penerapan sistem satu pintu di setiap kawasan wisata, guna memastikan retribusi resmi tercatat dan berkontribusi bagi PAD.

“Tak perlu tarif tinggi, cukup Rp5.000 sampai Rp10.000 asal tercatat. Yang penting ada pemasukan sah yang bisa dikembalikan untuk perbaikan kawasan wisata,” tutupnya. (MAULIDIA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *