Bergabungnya Indonesia di dalam kelompok ekonomi BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan South Africa), tentu akan berdampak positif, terutama bagi perekonomian. Bahkan dapat mengurangi ketergantungan dengan dolar AS.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang, Kartasasmita menyatakan keoptimisannya akan hal tersebut kepada pertumbuhan sektor industri manufaktur nasional.
Selain itu, dirinya juga menambahkan bahwa dengan masuknya Indonesia sebagai anggota baru, BRICS semakin memperkuat posisi sebagai kekuatan ekonomi alternatif terhadap dominasi negara maju.
“Keanggotaan Indonesia di dalam BRICS merupakan langkah strategis untuk memperluas kerja sama internasional, terutama dalam pengembangan industri, investasi teknologi, dan penguatan rantai pasok global,” tutur Menperin Agus kepada Disway di Jakarta, pada Selasa 20 Mei 2025.
Indonesia resmi bergabung sebagai anggota BRICS pada Januari 2025, menjadi anggota ke-10 setelah Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab.
Menurut Menperin Agus juga, bergabungnya Indonesia dalam BRICS membuka peluang dan berdampak positif bagi Indonesia, termasuk di sektor ekonomi, diplomasi, dan keuangan. Selain itu dari sisi ekonomi sendiri, BRICS dapat membuka akses pasar yang lebih luas, akses pendanaan dari New Development Bank (NDB), dan diversifikasi mitra dagang.
“Secara diplomasi, BRICS menjadi platform untuk memperjuangkan reformasi ekonomi global dan memperkuat posisi Indonesia di panggung internasional. Sedangkan, secara keuangan, BRICS dapat membantu mengurangi ketergantungan pada dolar AS dan menciptakan sistem finansial alternatif,” jelasnya.
Agus juga menambahkan, bahwa keterlibatan Indonesia dalam BRICS akan membuka peluang besar untuk mendorong transformasi industri dalam negeri menuju industri 4.0.
Menurutnya, hal ini sejalan dengan peta jalan Making Indonesia 4.0. “Indonesia berkomitmen dalam memajukan transformasi digital, smart manufacturing, dan otomatisasi industri guna meningkatkan produktivitas dan daya saing nasional. Ini sejalan dengan semangat BRICS dalam memperkuat kerja sama teknologi dan inovasi,” ujar Menperin Agus.
Selain sektor industri besar, Agus juga menekankan pentingnya dukungan terhadap industri kecil dan menengah (IKM). Melalui kolaborasi BRICS, Indonesia akan memperluas akses pelaku IKM terhadap teknologi digital dan kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan efisiensi produksi dan penetrasi pasar.
“Digitalisasi dan AI bukan hanya milik industri besar. IKM kita harus bisa mengakses teknologi ini agar tidak tertinggal. Inilah pentingnya kerja sama dalam BRICS untuk memperkecil kesenjangan teknologi,” ujar Menperin Agus.
Melanjutkan, Menperin Agus juga turut menyoroti peran BRICS untuk menjadi wahana penting bagi Indonesia untuk memperkuat posisi industri nasional dalam perekonomian global yang berkelanjutan, inklusif, dan berbasis inovasi.
“Secara global, posisi Indonesia dalam industri manufaktur menunjukkan capaian yang membanggakan melalui hasil nilai Manufacturing Value Added (MVA),” jelas Agus.
Merujuk data World Bank, MVA Indonesia mencapai USD 255,96 miliar pada tahun 2023, yang menempatkan posisi ke-4 sebagai negara yang memiliki nilai MVA terbesar dari anggota BRICS setelah China (USD 4.658,79 miliar), India (USD 461,38 miliar), dan Brasil (USD 289,79 miliar).
Sementara itu, negara anggota BRICS lainnya dengan MVA di bawah Indonesia, yakni Rusia sebesar USD 251,58 miliar, disusul Iran (USD 78,54 miliar), Mesir (USD 59 miliar), Uni Emirat Arab (USD55,76 miliar), Afrika Selatan (USD 49,35 miliar), dan Ethiopia (USD 7,33 miliar).
Sedangkan, di kawasan Asia, posisi Indonesia menempati urut ke-5 setelah China, Jepang, India, dan Korea Selatan. Hebatnya, untuk di kawasan ASEAN, Indonesia menduduki posisi teratas, melampaui Thailand dan Vietnam.(disway.id/arie)












