KITA akan punya ketua DPR dari Madura. Orang Madura. Dari Sumenep. Namanya Anda sudah tahu: Said Abdullah.
Said-lah yang dalam Pemilu 2024 barusan memperoleh suara terbanyak di Indonesia. Bukan lagi Puan Maharani. Bukan pula Ibas putra Pak SBY. Yang pecahkan telur kali ini Said Abdullah.
Apalagi Said mewakili partai pemenang Pemilu: PDI-Perjuangan. Maka, seharusnya, peraih suara terbanyak dari partai pemenang Pemilu menjadi ketua DPR.
Said memperoleh suara di atas setengah juta. Tepatnya: 528.815 suara.
Sudah 5 kali Said nyaleg. Selalu terpilih. Ini berarti Said terpilih menjadi anggota DPR untuk kelima kalinya.
Kali pertama nyaleg di tahun 2004. Ketika umurnya baru 32 tahun. Lalu selalu terpilih di setiap Pemilu setelah itu.
Pun perolehan suaranya selalu meningkat. Juga selalu terbanyak di dapilnya: Madura –empat kabupaten.
Berarti Said Abdullah orang istimewa. PDI-Perjuangan beruntung dapat orang seperti Said: bisa dapat kursi di lautan NU yang seharusnya milik PKB. Dengan suara terbanyak pula se-Indonesia.
Said asli Sumenep. Keturunan Arab. Ayahnya pun kelahiran Sumenep: Abdullah Syechan Baghraf.
Baru sekali ini saya mendengar ada marga Baghraf di keturunan Arab di Indonesia.
Menurut penyair terkemuka asal Sumenep, Zawawi Imron, Said keturunan Arab biasa. Bukan habib. Bukan sayid.
Anda sudah tahu: sayid adalah keturunan Nabi Muhammad.
Habib juga mengklaim sebagai keturunan Nabi –yang kini lagi ramai dibantah oleh ulama seperti KH Dr Imaduddin Utsman Al-Bantani dari Banten.
Yang jelas ayah Said adalah NU. Said sendiri mengaku tumbuh di kultur NU. Namun ayahnya seorang nasionalis. Juga Sukarnois. Maka tak heran bila Said aktif di PDI-Perjuangan.
Sejak SMP Said sudah membaca buku Bendera Revolusi, Sarinah, dan Indonesia Menggugat. Semua karya Bung Karno –ayahanda Megawati Sukarnoputri, Ketua Umum PDI-Perjuangan sekarang ini.
Ayah Said bekerja di PN Garam di Sumenep. Sang ayah meninggal tahun 2012 dalam usia 106 tahun.
Ketika duduk di kelas 3 SMA, di Sumenep, Said sudah menjadi Ketua Pemuda Demokrat —under bow PDI saat itu.
Dalam perjalanan dari kota San-Ya ke Haikou di pulau Hainan kemarin saya menghubungi Said.
Dari pembicaraan itu saya baru tahu kisah perjuangan Said sejak muda.
Said sempat kuliah di satu lembaga pendidikan Islam –hanya karena dapat mukaffa di situ. Uang mukaffa-nya besar untuk ukuran tahun 1984 di kehidupan Sumenep: Rp 98.000/bulan. Dari situ Said bisa menyisihkan Rp 25.000 untuk diweselkan ke orang tua di Sumenep.
Di lembaga itu Said belajar bahasa Arab dan mendalami agama. Tapi Said tidak kerasan. Ia selalu berantem dengan dosen. Beda pendapat.
“Saya ini dibesarkan di kultur NU. Sedang semua dosen di situ mengajarkan wahabi,” ujar Said.
Anda pun tahu nama lembaga pendidikan tinggi itu: LPBA –Lembaga Pengajaran Bahasa Arab. Yang didanai Arab Saudi. Kini LPBA berubah nama menjadi LIPIA.
Hanya 5 semester Said kuliah di situ.
Said lantas aktif di partai. Jadi caleg. Said tahu bagaimana cara menang di Madura. Ia melakukan itu. Selalu melakukan itu. Selalu menang.
Terakhir ia memecahkan rekor nasional.
Ia pun kini bisa jadi ketua DPR. Kalau mau. Apalagi berbagai komisi di DPR sudah ia lewati. Terakhir sebagai ketua badan anggaran: Banggar.
Siapkah Said jadi ketua DPR yang baru?
“Itu bukan baju saya,” tegas Said.
Saya lama terdiam.
“Saya sudah tanda tangan dengan ikhlas tidak bersedia. Allahumma taqabbal doa. Aamiieenn,” katanya.
Saya tidak hanya terdiam, tapi juga berhenti menulis artikel ini.(Dahlan Iskan)