NUNUKAN, NOSAKALTARA – Dalam upaya meningkatkan produktivitas rumput laut di Kabupaten Nunukan, Komisi II DPRD Nunukan melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan, belum lama ini.
Ketua Komisi II DPRD Nunukan, Andi Fajrul Syam mengatakan, studi tiru untuk mempelajari sistem pengolahan rumput laut, karena Pinrang sukses menerapkan. Sehingga, dapat menjadi model untuk dikembangkan di Kabupaten Nunukan.
“Kita ingin menggali ilmu dan melihat secara langsung proses pengolahan yang sudah terbukti sukses di sini. Sehingga apa yang kami dapatkan dalam kunjungan ini, bisa juga kita terapkan di Nunukan melalui rumusan kebijakan yang kita susun,” katanya.
Ia mengungkapkan, potensi rumput laut yang ada di Kabupaten Nunukan tidak kalah saing dengan yang ada di Kabupaten Pinrang. Hanya saja, diakuinya perlu ada kebijakan yang nantinya berdampak pada peningkatan jumlah produktivitas.
“Potensi (rumput laut) kita di Nunukan cukup besar. Tapi memang butuh pembelajaran dan inovasi untuk mengoptimalan hasilnya,” bebernya.
Untuk diketahui, Kabupaten Nunukan mampu memproduksi rumput laut rata-rata 5.000 ton per bulan. Berdasarkan data BPS pada 2022, Kabupaten Nunukan memproduksi 587.459 ton rumput laut, dengan nilai mencapai Rp1,3 triliun.
Ia juga menanggapi dampak ekonomi yang signifikan dari industri pengolahan rumput laut di Pinrang, terutama pada stabilitas harga. Keberhasilan pengelolaan rumput laut juga telah meningkatkan pendapatan asli daerah Pinrang.
DPRD berencana untuk mengkaji Nota Kesepahaman (MoU) antara Nunukan dan Pinrang demi mendukung stabilitas harga dan pemberdayaan masyarakat.
“Apabila ini berhasil, tentu akan memberikan dampak cukup baik di Nunukan. Baik untuk pemerintah itu sendiri maupun untuk masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, salah satu anggota Komisi II DPRD Nunukan, H. Firman Latief berujar, pengelolaan rumput laut di Kabupaten Pinrang diakuinya sangat berdampak positif bagi peningkatan ekonomi masyarakatnya.
Potensi rumput laut yang dimiliki Kabupaten Nunukan, tentu akan berdampak bagi peningkatan ekonomi apabila dikelola dengan baik.
Meski diakuinya, beberapa kendala terutama soal perbedaan kadar rumput laut yang dikirimkan ke pabrik.
“Kadar (rumput laut) di Nunukan itu rata-rata 40. Sedangkan standar yang diinginkan pabrik pengolahan itu sekitar 37. Jadi memang harus ada proses terlebih dulu untuk mengurangi kadarnya,” ungkapnya.
Untuk itu, melalui kunjungan kerja tersebut, Komisi II DPRD Nunukan dapat merancang program yang tepat untuk mendorong pengolahan rumput laut di Kabupaten Nunukan.
Sehingga, dengan potensi yang ada, Komisi II DPRD Nunukan optimis pengolahan rumput laut dapat menjadi sumber pendapatan yang signifikan bagi masyarakat dan dapat meningkatkan kesejahteraan di Kabupaten Nunukan.
“Kita akan susun langkah-langkah seperti apa yang kita ambil. Mudah-mudahan produktifitas rumput laut kita bisa lebih baik lagi ke depannya,” pungkasnya. (ALAN)