Poo Cendana

Oleh: Dahlan Iskan

Meninggal di Singapura: 7 April 2025.

Jenazah tiba di Mendut: 14 April 2025.

Dikremasi: 7 Mei 2025.

Yang menghendaki jenazah pengusaha besar Murdaya Poo dikremasi di dekat candi Borobudur, Magelang, adalah istrinya: Siti Hartati Murdaya. Dia ketua umum Walubi, organisasi umat Buddha se-Indonesia.

Saya mesong ke Mendut, kemarin. “Jenazah Papa tiba di sini tadi malam sekitar pukul 20.30,” ujar Karuna Murdaya, anak bungsu Pak Poo yang menyambut saya.

Jenazah itu diterbangkan dari Singapura ke Jogjakarta. Lalu dinaikkan mobil menuju satu vihara besar di desa Mendut, dekat Borobudur. Hartati yang membangun vihara itu. Jenazah Pak Poo disemayamkan di situ sampai tanggal 7 Mei depan.

Sepanjang jalan menuju vihara itu penuh dengan karangan bunga. Di kanan kiri jalannya. Juga di seputar halaman vihara. Ada dari Pak SBY, Bu Megawati, para menteri, Pramono Anung, Anies Baswedan…

Saya langsung terpana oleh terbelonya. Begitu kecil. Sangat sederhana. Peti mati Pak Poo itu tidak seperti pada umumnya terbelo pengusaha besar Tionghoa. Tidak ada hiasannya apa-apa. Tidak ada bunga. Petinya hanya ditutup kain polosan warna coklat muda.

Dugaan saya: harga peti mati itu hanya sekitar Rp 5 juta. Bukan yang Rp 100 juta, atau Rp 250 juta. Padahal ada peti mati yang harganya sekitar Rp 1 miliar.

Saya pernah melihat peti mati yang harganya segitu. Beberapa bulan lalu: ketika melayat teman baik yang meninggal di Surabaya. Petinya besar sekali, indah sekali, kayunya dari pohon utuh yang amat besar. Hiasan bunganya luar biasa menakjubkan.

Saya menyangka jenazah Pak Poo ditaruh di dalam peti mati mahal seperti itu. Sama sekali tidak. Ini mirip peti matinya orang miskin yang dapat sumbangan peti mati dari lembaga sosial.

Aula vihara itu juga tidak dihias. Kursi-kursinya pun bukan kursi VIP.

Sejak jenazah Pak Poo tiba, selalu ada yang membaca ”tahlil” –doa-doa menurut agama Buddha.

Sekitar 30 orang yang bersamaan membaca doa. Laki perempuan. Campur Tionghoa Jawa. Dari berbagai vihara dan berbagai aliran Buddha.

Begitulah tiap hari. Sepanjang siang dan setengah malam. Sampai tiba hari kremasi nanti.


Pihak keluarga mengira saya akan bermalam di Mendut. Saya disiapkan kamar di kompleks vihara satunya –yang lebih dekat dengan Borobudur. Vihara Padmasambhava. Vihara ini dipercaya ”keagungannya” karena terletak persis di tengah segitiga emas: Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon.

Saya memang pernah bermalam di vihara tersebut. Hartati Murdaya juga punya kamar tidurnya sendiri di situ.

Saat saya ngobrol dengan Karuna seseorang melapor: Pak Ahok datang. Terlihat Ahok masuk aula. Disertai Puput, istrinya. Terlihat juga Tenggono dari Wuling. Setelah Ahok berdoa di dekat jenazah, saya lambaikan tangan. Ia pun bergabung di meja kami. Ngobrol banyak hal.

Ahok yang akan bermalam di vihara bersama sang istri.



Bertemu Ahok saat melayat Pak Poo–

“Kenapa pilih dikremasi tanggal 7 Mei?”

“Itu hari ulang tahun perkawinan Papa dan Mama,” ujar Karuna. Ulang tahun ke-53. Sekaligus berdekatan dengan hari bakti sosial tanggal 10 Mei dan hari raya Waisak tanggal 12 Mei.

Setiap menjelang Waisak Hartati memang selalu berada di Borobudur. Acara sangat besar dia laksanakan di situ.

Sambil menunggu hari kremasi, pihak keluarga mengurus izin ke kementerian kebudayaan. Sudah dapat. Juga ke instansi lain.

Sekitar 20 tahun lalu pernah juga diizinkan kremasi di dekat Borobudur –tapi bukan di area Borobudur. Yakni ketika seorang ulama besar Buddha meninggal dunia.

Lokasi kremasi Pak Poo nanti juga bukan di area milik Borobudur. Hartati sudah membeli beberapa petak sawah di dekat Borobudur. Salah satunya ada yang luasnya 5.000 meter.

Selama ini sawah-sawah tersebut ditanami padi. Hasilnya diambil oleh penggarap. Ketika Pak Poo meninggal padi di sawah tersebut sudah menguning. Sudah waktunya panen.

Di sawah itulah, menurut rencana, kremasi dilakukan. Di seputar apinya akan didirikan tribun untuk sekitar 1500 pendoa dari berbagai aliran Buddha. Termasuk ratusan orang dari Taiwan dan Thailand.

Doa-doa itu dipanjatkan dalam pengaruh wibawa Borobudur yang terlihat dengan sangat dekatnya.

Saya dengar hanya kayu-kayu khusus yang dipakai untuk membakar jenazah Pak Poo. Yakni kayu cendana. Akan sangat harum baunya –akan tercium oleh Candi Borobudur yang memberkatinya.

Di antara banyak orang di aula vihara itu terlihat ada satu yang berwajah India. Bajunya biru. Ia adalah salah satu dari empat perawat Pak Poo selama sekitar delapan bulan sakit di Singapura.

Empat perawat itu satu berdarah India, satu Tionghoa, satu Melayu, dan satunya lagi campuran Tionghoa-Melayu. Mereka sudah seperti keluarga sendiri.

Sehari sebelum meninggal, Pak Poo sudah tahu umurnya hanya tinggal hitungan jam. Menjelang tengah malam, satu perawat yang paling disayang harus pulang. Diganti perawat lain.

Saat si perawat pamit, Pak Poo bilang mungkin segera meninggal. “Tahan,” kata perawat itu, “tunggu sampai saya bertugas lagi besok pagi,” katanyi.

Lewat tengah malam Pak Poo kritis. Empat anaknya dipanggil ke rumah sakit. Tekanan darahnya terus menurun. Obat penahan tekanan darah itu sudah tidak mungkin lagi dinaikkan.

Pak Poo diberi tahu obat untuk menaikkan darah sudah mentok di batas atas. Memang masih bisa dinaikkan tapi akan berakibat fatal: pembuluh darah di otaknya akan pecah semua. Obat untuk menaikkan tekanan darah itu sudah diberikan 40 kali lebih tinggi dari yang semestinya.

Pak Poo pun tahu saatnya tidak lama lagi. Istri dan anak sudah kumpul. Pak Poo pun pingsan. Koma.

Pagi pun menyingsing. Matahari kian tinggi. Si kesayangan sudah kembali bertugas merawat Pak Poo.

Pukul 10.00 dokter memberi tahu: bahwa nyawa Pak Poo masih ada semata hanya karena obat dan alat. Begitu kadar obatnya sedikit saja diturunkan Pak Poo meninggal.

Maka diputuskanlah: keluarga berkumpul lagi. Untuk sembahyang, berdoa dan… setelah itu mempersilakan dokter mencabut alat-alat penahan nyawa.

Sudah banyak nikmat di hidup Pak Poo (lihat Disway 8 April 2025: Poo Makna) selama 84 tahun hidupnya. Pun setelah kematiannya. Amin.(Dahlan Iskan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *