Menteri Transmigrasi, M. Iftitah Sulaiman Suryanagara menegaskan bahwa penempatan transmigran baru hanya bisa dilakukan, jika ada permintaan resmi dari pemerintah daerah.
Ia juga mengatakan, transmigrasi kini bukan sekadar memindahkan penduduk, tetapi mengarahkan sumber daya manusia unggul untuk mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.
“Sejak diberlakukannya UU No.29 Tahun 2009, daerah tidak bisa lagi dijadikan lokasi transmigrasi tanpa permintaan dari pemerintah daerahnya. Jika tidak ada permintaan, maka tidak akan ada pendatang transmigran,” kata Iftitah, dikutip dari laman Kementerian Transmigrasi, Selasa, 5 Agustus 2025.
Menteri Iftitah mencontohkan daerah yang telah mengajukan permintaan penempatan transmigran, yaitu Provinsi Sulawesi Barat dan Provinsi Sulawesi Selatan, dengan pola 70 persen warga lokal dan 30 persen pendatang.
“Fokus kita pembangunan inklusif dan berkelanjutan yang menciptakan lapangan kerja dan mendukung visi Indonesia Emas 2045,” ujarnya.
Ia menyebut, animo masyarakat untuk ikut transmigrasi masih tinggi. Ada sekitar 8.000 kepala keluarga yang ingin mendaftar. Namun, penempatan dilakukan lebih terarah, sesuai permintaan daerah yang mengajukan penempatan transmigrasi, termasuk Papua Selatan, di mana orang asli Papua menjadi prioritas.
Dirjen Pengembangan Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat Transmigrasi Kementerian Transmigrasi, Velix Wanggai pun menegaskan bahwa pemerintah mengutamakan inklusivitas dan kesejahteraan masyarakat lokal.
“Saudara-saudara di Kalimantan Tengah dan masyarakat yang ada di Kalimantan Utara, tidak perlu khawatir dengan program transmigrasi ini. Prioritas utama kami adalah warga lokal, khususnya dari masyarakat Dayak untuk ikut serta dalam transmigrasi lokal di Kalimantan,” kata Velix melalui keterangannya.
Velix menuturkan bahwa transmigrasi lokal merupakan program transmigrasi yang mendukung pemberdayaan masyarakat lokal, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan kesejahteraan.
Transmigran lokal nantinya akan mendapatkan fasilitas yang sama seperti transmigran pada umumnya, mulai dari fasilitas perumahan, lahan pekarangan, dan dukungan lainnya.
“Kami akan segera berkoordinasi dengan pemerintah setempat dan saudara-saudara kami masyarakat Kalimantan Tengah dan Kalimantan Utara, agar program transmigrasi ini dapat berjalan dan menyejahterakan masyarakat lokal,” katanya.
Terkait aksi penolakan yang dilakukan warga Kaltara terhadap program transmigrasi, Velix mengaku menghormatinya, dan berharap upaya penyampaian aspirasi tersebut dapat mendorong dialog antara masyarakat dan pemerintah, untuk menjelaskan mengenai program transmigrasi lokal yang hanya melibatkan masyarakat setempat, tanpa adanya perpindahan penduduk dari luar pulau.
“Kami bersyukur dengan adanya penyampaian aspirasi ini, karena menjadi pintu masuk bagi kami untuk menjelaskan program transmigrasi yang pro masyarakat lokal, dan pro pertumbuhan (pro-growth), dan pro pemerataan (pro-equality) melalui program transmigrasi lokal, termasuk program transmigrasi di tanah Borneo ini,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Bulungan, Kilat, menegaskan Pemkab Bulungan akan mengevaluasi jika ada program transmigrasi baru.
“Yang perlu diperhatikan itu sarana dan prasarana, guna menunjang kelangsungan hidup warga transmigran dan warga Bulungan pada umumnya,” ujar Kilat.
Ketua Komisi I DPRD Bulungan, Rozana menyatakan dukungannya terhadap penolakan program transmigrasi baru di Kabupaten Bulungan. (muhammad efendi)