Perkara korupsi di Indonesia, seperti tak habis-habisnya. Bahkan di Kalimantan Timur (Kaltim), baru-baru ini terungkap kerugian negara mencapao Rp 74 miliar, persoalan reklamasi tambang.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur (Kaltim) menetapkan dua orang tersangka, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pelaksanaan reklamasi pertambangan batu bara oleh CV Arjuna di Kota Samarinda.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Kaltim, Toni Yuswanto mengungkapkan, bahwa penetapan tersangka ini disertai dengan penahanan terhadap kedua orang tersebut.
“Tersangka pertama adalah berinisial IEE, selaku Direktur Utama CV Arjuna, yang ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis, 15 Mei 2025. Sedangkan tersangka kedua adalah AMR, yang menjabat sebagai kepala Dinas ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) Kaltim periode 2010-2018. AMR baru saja ditetapkan sebagai tersangka pada Senin, 19 Mei 2025 hari ini,” ungkap Toni, Senin (19/5/2025) siang.
Lanjutnya, tim penyidik pun bergerak, setelah Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-06/0.4.5/Fd.1/05/2025 dikeluarkan. “Keduanya kini telah ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Samarinda selama 20 hari ke depan guna kepentingan penyidikan lebih lanjut,” ucap Toni.
Dalam kasus ini, dijelaskan Toni, setiap perusahaan tambang wajib menyetorkan jaminan reklamasi (jamrek). Diketahui, Pada 2016, CV Arjuna mengajukan pencairan dana itu ke Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben). Tanpa ada kajian teknis, atau laporan pelaksanaan reklamasi, permohonan itu diproses Distamben lewat persetujuan kepala daerah saat itu.
CV Arjuna, diduga mencairkan deposito itu, digunakan untuk kepentingan lain. Dana yang semestinya digunakan untuk memulihkan lahan pasca tambang justru dipakai untuk kepentingan lain, dan hingga kini tidak pernah dikembalikan.
“Hingga sekarang tak pernah ada lubang bekas galian CV Arjuna yang ditutup,” tegasnya.
Berdasarkan hasil penyidikan, CV Arjuna merupakan pemegang IUP OP pertambangan batu bara dengan luas 1.452 Ha, yang terletak di Kelurahan Sambutan, Samarinda Ilir, Kota Samarinda yang berlaku sampai dengan 6 September 2021.
“Jamrek sebesar Rp13,1 miliar dicairkan dan CV Arjuna tidak pernah menyetorkan kembali dana jamrek serta tidak memperpanjang jamrek dalam bentuk bank garansi,” terangnya.
Dengan dilakukannya pencairan jaminan reklamasi yang tidak sah tersebut, menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 13.128.289.484,- dan kerugian atas jaminan reklamasi yang tidak diperpanjang atau kedaluwarsa sebesar Rp 2.498.500.000, sedangkan negara kerugian lingkungan dengan tidak dilakukannya reklamasi yaitu sebesar Rp. 58.546.560.750,-.
“Selain jamrek yang dicairkan tanpa prosedur jelas senilai Rp 13,1 miliar. Ada kerugian lain karena jamrek tak diperpanjang, sebagai bank garansi sebesar Rp 2,49 miliar. Serta kerugian lingkungan karena bekas galian tak pernah direklamasi sebesar Rp58,5 miliar,” papar Toni
Dalam kasus ini, IEE dan AMR dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 3 jo pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Kejaksaan menegaskan, akan terus mengusut tuntas kasus ini dan proses penegakan hukum ini menjadi peringatan keras bagi para pelaku industri tambang untuk taat terhadap regulasi lingkungan dan tidak bermain-main dengan dana jaminan reklamasi.
“Proses penyidikan masih terus berjalan untuk mengungkap peran pihak-pihak lainnya, serta mempertanggungjawabkan kerugian negara yang ditimbulkan,” tutup Toni Yuswanto.(mayang/arie)