Muhammadiyah Kaji Dulu, PBNU Siap

Pemerintah berencana memberikan kesempatan kepada para organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola usaha pertambangan batu bara. Bagaimana kesiapan ormas-ormas?

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof Abdul Mu’ti berpendapat bahwa kebijakan tersebut sepenuhnya merupakan wewenang pemerintah. Dari pandangan Abdul Mu’ti, ormas tidak bisa begitu saja diberikan hak paten pengelolaan tambang.

Selain itu, hingga saat ini belum ada pembicaraan antara pemerintah dan Muhammadiyah mengenai kemungkinan pengelolaan usaha pertambangan batu bara.

“Jika suatu saat ada tawaran kepada Persyarikatan, maka hal tersebut akan dibahas terlebih dahulu di internal organisasi keislaman tersebut. Karena perlu dipertimbangkan berbagai faktor secara hati-hati,” ujar Abdul Mu’ti dalam pernyataan resmi, pada hari Minggu 2 Juni 2024.

Lebih lanjut, Abdul Mu’ti juga menambahkan bahwa Muhammadiyah tidak akan bersikap terburu-buru soal isu bagi-bagi tambang. Hal itu karena pihaknya masih perlu mengevaluasi kemampuan diri.

“Apabila ada tawaran resmi dari pemerintah kepada Muhammadiyah, akan dipertimbangkan dengan seksama. Muhammadiyah tidak akan tergesa-gesa dalam mengukur kesiapannya agar pengelolaan tambang tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara,” tegas Mu’ti.

Sementara itu, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf merespons langkah Presiden Joko Widodo memberikan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) kepada organisasi masyarakat atau ormas keagamaan.

Ia mewakili PBNU menyampaikan terima kasih atas kebijakan ini. “PBNU berterima kasih dengan memberikan apresiasi yang tinggi kepada Presiden Joko Widodo atas kebijakan afirmasinya untuk memberikan konsesi dan izin usaha pertambangan kepada ormas-ormas keagamaan, termasuk Nahdlatul Ulama,” kata Gus Yahya dalam keterangan tertulisnya, Senin, 3 Juni 2024.

Ia menilai kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan izin konsesi tambang bagi ormas merupakan langkah berani.

Dia mengklaim kebijakan tersebut menjadi terobosan agar sumber daya alam digunakan untuk kemaslahatan masyarakat. “Kebijakan ini merupakan langkah berani yang menjadi terobosan penting untuk memperluas pemanfaatan sumber daya-sumber daya alam yang dikuasai negara untuk kemaslahatan rakyat secara lebih langsung,” ujarnya.

Gus Yahya menegaskan, NU saat ini memiliki jaringan perangkat organisasi yang menjangkau hingga ke tingkat desa serta lembaga-lembaga layanan masyarakat di berbagai bidang yang mampu menjangkau masyarakat akar rumput di seluruh Indonesia.

“Itu semua akan menjadi saluran efektif untuk mengantarkan manfaat dari sumber daya ekonomi yang oleh pemerintah dimandatkan kepada Nahdlatul Ulama untuk mengelolanya,” kata Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang ini.

Di samping memiliki jaringan organisasi yang mengakar, NU juga mempersiapkan infrastruktur bisnis untuk mengelola tanggung jawab tersebut.

Gus Yahya menjamin bahwa pengelolaannya dilakukan secara transparan dan profesional.

“Nahdlatul Ulama akan menyiapkan suatu struktur bisnis dan manajemen yang akan menjamin profesionalitas dan akuntabilitas, baik dalam pengelolaan maupun pemanfaatan hasilnya,” kata Gus Yahya.

Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa ormas keagamaan mendapatkan keistimewaan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024.

Perubahan tersebut merupakan amendemen atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Berdasarkan Pasal 83A Ayat 1 PP 25/2024, disebutkan bahwa wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) bisa dilakukan penawaran berskala prioritas ke badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.

WIUPK merupakan wilayah yang diberikan kepada pemegang izin untuk kegiatan pertambangan.

Berdasarkan Pasal 2 dalam peraturan yang sama, WIUPK yang dapat dikelola oleh badan usaha organisasi keagamaan adalah wilayah tambang batu bara yang sudah beroperasi atau telah diproduksi sebelumnya.

Penawaran WIUPK kepada badan usaha organisasi keagamaan memiliki batas waktu yang terbatas, yaitu selama 5 tahun setelah PP 25 Tahun 2024 mulai berlaku.

Dengan demikian, masa berlaku WIUPK ini hanya berlangsung hingga tanggal 30 Mei 2029.

Penyediaan WIUPK kepada badan usaha organisasi keagamaan harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam regulasi yang berlaku.

Hal ini bertujuan untuk memastikan kegiatan pertambangan dilakukan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Selain itu, penawaran WIUPK kepada pihak tersebut juga harus memperhatikan aspek perlindungan lingkungan dan komunitas sekitar.

Dengan adanya pembatasan waktu masa berlaku WIUPK bagi badan usaha organisasi keagamaan, diharapkan dapat mendorong efisiensi pengelolaan wilayah tambang tersebut.

Para pemegang izin diharapkan dapat mengoptimalkan pengelolaan tambang batu bara dalam kurun waktu yang telah ditentukan, sehingga manfaat dari keberadaan tambang tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat luas.(disway.id/arie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *