Aksi di sejumlah daerah berujung pada pembakaran, tapi tidak sebesar di Samarinda, yang membakar pagar gedung DPRD Kaltim. Untungnya gedung tidak menjadi sasaran massa dan berhasil diantisipasi aparat. Termasuk mengamankan bom molotov.
——————
Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahakam Kalimantan Timur, jadi menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Senin, 1 September 2025 siang. Massa aksi menyuarakan keresahan masyarakat terkait beban pajak serta regulasi yang dinilai tidak berpihak pada rakyat.
Humas Aksi Mahakam Kaltim , Syafaruddin, menyatakan aksi ini berangkat dari keresahan masyarakat, khususnya soal Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dianggap memberatkan. Menurut dia, hingga kini pemerintah baik di tingkat provinsi maupun nasional belum mampu memberikan regulasi yang jelas dan berpihak.
“Selain itu, kami juga menyoroti rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dipaksakan untuk disahkan meski banyak mendapat penolakan rakyat. Kami menuntut agar aturan-aturan yang tidak pro rakyat dihapus,” ujar Syafaruddin.
Ia juga juga menyinggung isu korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang disebut masih berpotensi terjadi di Provinsi Kalimantan Timur. Mereka menegaskan agar DPRD Kaltim memberi perhatian serius pada masalah tersebut.
“Kaltim kaya akan sumber daya alam, tetapi masyarakatnya masih banyak yang hidup sengsara. Karena itu kami hadir di DPRD untuk menyampaikan keresahan masyarakat, mulai dari buruh, tani, hingga mahasiswa,” jelasnya.
Lebih jauh, mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahakam menuntut DPRD Kaltim agar menindaklanjuti aspirasi ini dan disampaikan kepada pemerintah pusat. Mereka juga meminta pimpinan daerah, mulai dari Gubernur Kaltim, Kapolda, hingga Ketua DPRD, hadir dalam agenda aksi.
“Kalau tidak ada jawaban yang jelas, kami akan duduki DPRD Kaltim,” pungkasnya.
RICUH, 2 APARAT TERLUKA
Aksi unjuk rasa mahasiswa di depan Gedung DPRD Kalimantan Timur pada Senin (1/9/2025) berlangsung sejak pagi hingga malam, dan berakhir ricuh.
Aparat gabungan dari Polresta Samarinda, Polda Kaltim, TNI, serta Satpol PP sudah berjaga sejak dini hari. Barikade pagar kawat dipasang di depan gerbang utama DPRD, sementara kendaraan taktis disiagakan di sejumlah titik. Arus lalu lintas di Jalan Teuku Umar, Jalan Tengkawang, hingga Jalan MT Ariono ditutup sementara.
Pada awalnya, aksi berjalan tertib. Mahasiswa bergantian menyampaikan orasi dengan pengeras suara. Mereka membawa spanduk, poster, serta bendera organisasi mahasiswa. Suasana diwarnai nyanyian yel-yel yang menggema dari ribuan massa.
Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Hendri Umar, mengatakan penyampaian aspirasi di awal aksi berjalan sesuai aturan. “Penyampaian pendapat umum sebenarnya bisa dilaksanakan dengan beretika. Semuanya awalnya berlangsung lancar,” ujarnya.
Selain aparat, sejumlah tenaga kesehatan juga disiagakan di sekitar lokasi. Beberapa warga terlihat menonton dari kejauhan, sementara pedagang kaki lima memanfaatkan keramaian untuk berjualan makanan.
Situasi berubah menjelang sore. Sekitar pukul 16.30 Wita, beberapa kelompok mahasiswa mulai melempar botol plastik dan batu ke arah pagar DPRD. Aparat masih menahan diri dan hanya memberikan imbauan melalui pengeras suara agar massa menjaga ketertiban.
Namun, suasana semakin panas menjelang pukul 18.00 Wita. Sejumlah lemparan batu kembali diarahkan ke dalam area gedung DPRD. Aparat yang berada di balik pagar mulai terkena sasaran.
“Menjelang jam 18.00, eskalasi meningkat. Ada banyak lemparan ke arah dalam, bahkan beberapa kali lemparan yang kita identifikasi sebagai bom molotov,”kata Hendri.
Ledakan kecil dari bom molotov terdengar di dekat halaman gedung. Api sempat menyala sebelum dipadamkan petugas menggunakan alat pemadam ringan. Peristiwa ini membuat aparat meningkatkan kewaspadaan. Hendri memastikan tidak ada anggota yang terluka akibat ledakan tersebut.
Karena waktu aksi sudah melewati batas ketentuan pukul 18.00 Wita dan eskalasi makin tinggi, pimpinan keamanan di Kaltim mengeluarkan instruksi tegas. “Atas petunjuk Kapolda Kaltim, Pangdam, dan Danrem, pembubaran harus segera dilakukan,”jelas Hendri.
Sekitar pukul 18.15 Wita, aparat mulai mendorong massa ke dua arah, yakni Jalan MT Ariono dan Jalan Tengkawang. Gas air mata ditembakkan untuk membubarkan kelompok mahasiswa yang bertahan. Suasana sempat kacau, namun perlahan massa mulai mundur. Proses pembubaran berlangsung sekitar satu jam hingga situasi kembali terkendali.
Kericuhan itu tidak hanya menimbulkan kerugian materiil, tetapi juga korban luka di pihak aparat. Dua anggota Polresta Samarinda terkena lemparan batu. Mereka berasal dari Satuan Samapta dan Humas.
“Keduanya langsung dibawa ke rumah sakit terdekat. Alhamdulillah kondisinya tidak parah, tapi tentu kami prihatin. Aksi penyampaian pendapat seharusnya tidak menimbulkan korban,”tutur Hendri.
Usai aksi dibubarkan, polisi mengamankan 22 mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul) untuk diperiksa. Mereka ditangkap di sekitar sekretariat aliansi mahasiswa.
“Dari hasil pemeriksaan, 18 orang tidak terbukti terlibat langsung. Hari ini sudah kami kembalikan melalui pihak Universitas Mulawarman. Sementara 4 orang lainnya masih dalam pendalaman,”terang Hendri.
Pemulangan dilakukan dengan koordinasi bersama pihak kampus, termasuk Wakil Rektor III dan Kaprodi Sejarah FKIP. Hendri menegaskan tidak ada kekerasan dalam proses penangkapan maupun pemeriksaan mahasiswa.
Selain mengamankan mahasiswa, polisi juga menyita sejumlah barang bukti, termasuk bom molotov yang sempat dilemparkan ke arah aparat. Barang bukti tersebut kini sedang diperiksa untuk memastikan asal usul dan siapa pembuatnya.
Hendri menyebut, penyidik memiliki waktu 1 x 24 jam untuk menentukan status hukum empat mahasiswa yang masih diperiksa. “Paling lambat malam ini sudah ada kepastian statusnya,”ucapnya.
Di tengah kericuhan, sempat beredar isu adanya bendera PKI yang diamankan. Namun, Hendri menegaskan hal itu masih dalam klarifikasi. “Itu masih dalam pendalaman,” singkatnya.
Polresta Samarinda memastikan penyelidikan akan berlanjut, baik terhadap mahasiswa yang masih diperiksa maupun terhadap barang bukti bom molotov yang ditemukan. Aparat berharap ke depan aksi penyampaian pendapat bisa dilakukan dengan damai tanpa harus menimbulkan kericuhan.
Seperti diketahui, aksi terjadi di sejumlah daerah seperti Balikpapan, Berau, Kutai Timur dan Kuta Kartanegara. Di beberapa daerah tersebut, massa melakukan pembakaran ban di depan gedung DPRD.
AMANKAN PULUHAN MAHASISWA DAN BOM MOLOTOV
Polresta Samarinda bersama aparat gabungan mengamankan 22 mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul), dalam penggerebekan di kawasan Kampus FKIP, Jalan Banggeris, Karang Anyar, Minggu (31/8/2025) dini hari sekitar pukul 02.45 Wita. Polisi menyita 27 bom molotov siap pakai berikut sejumlah bahan baku seperti pertalite, kain perca, dan gunting.
Kapolresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar menjelaskan, pengungkapan ini berawal dari laporan intelijen tentang adanya rencana penggunaan bom molotov dalam aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Kaltim, Senin (1/9/2025).
Laporan tersebut ditindaklanjuti dengan penyelidikan di lapangan hingga dilakukan penggerebekan. “Berdasarkan informasi intelijen, kami temukan sekelompok mahasiswa yang sudah menyiapkan bom molotov. Semua barang bukti sudah kami amankan dan proses penyidikan sedang berjalan,”ujar Hendri dalam konferensi pers, Senin (1/9/2025).
Dari 22 mahasiswa yang diamankan, 18 orang diketahui hanya berada di sekitar lokasi saat penggerebekan. Mereka diperiksa singkat dan akan dikembalikan ke fakultas jika terbukti tidak terlibat.
Sementara itu, 4 mahasiswa lainnya masih menjalani pemeriksaan intensif karena diduga terlibat langsung. Mereka berinisial MZ alias F, MH alias R, MAG alias A, dan AF alias R.
“Empat orang ini perannya cukup signifikan, mulai dari mengantarkan bahan baku dengan motor, meracik cairan pertalite ke dalam botol, hingga menyembunyikan barang bukti di area kampus,”jelas Hendri.
Polisi juga menemukan adanya dua pihak eksternal yang diduga terlibat, sementara disebut sebagai Mister X dan Mister Y. Keduanya disinyalir sebagai pemasok bahan baku. “Kami masih telusuri lebih jauh peran Mister X dan Mister Y, termasuk kemungkinan ada aktor lain di balik peredaran bahan baku tersebut,”tambah Hendri.
Kapolres menegaskan, meskipun bertindak tegas, pihaknya tetap berkomitmen menjaga agar unjuk rasa mahasiswa bisa berlangsung damai.
“Menyampaikan aspirasi adalah hak konstitusional. Tapi harus dalam koridor hukum, tanpa kekerasan maupun tindakan anarkis. Kami akan lakukan pengamanan dengan pendekatan humanis,”tegasnya.
Penyidik memastikan perkembangan kasus ini akan disampaikan secara terbuka kepada publik. Hal ini untuk menjamin transparansi sekaligus mencegah spekulasi.
Konferensi pers juga dihadiri Danrem 091/ASN Brigjen TNI Anggara Sitompul. Ia menekankan bahwa aksi unjuk rasa adalah bagian dari demokrasi, namun keamanan kota tidak boleh dikorbankan.
Sementara itu, Dari pihak Universitas Mulawarman, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Mohammad Bahzar mengatakan pihak kampus turut mendukung proses hukum. Ia menegaskan, kejadian ini akan dijadikan pelajaran bagi pihak universitas dalam memperkuat pembinaan mahasiswa.
“Ke depan tentu menjadi pembelajaran bagi kita semua. Kami akan meningkatkan komunikasi dan pembinaan agar hal serupa tidak terulang,” kata Bahzar.
Pihak kampus akan mendampingi mahasiswa selama proses pemeriksaan agar hak-hak mereka tetap terjamin. “Kami berkomitmen mendampingi mahasiswa yang diperiksa, baik yang sudah dipulangkan maupun yang masih menjalani proses hukum lebih lanjut,”ujarnya.
Hingga Senin siang, Satreskrim Polresta Samarinda masih memeriksa intensif empat mahasiswa terduga pelaku. Polisi juga mendalami dugaan keterlibatan pihak lain di luar kampus. (RAHMAT/MAYANG)