RSUD Talisayan akhirnya memiliki tujuh dokter spesialis, yang terdiri dari spesialis mayor dan penunjang. Kehadiran para dokter ini memberikan harapan baru bagi masyarakat sekitar untuk mendapatkan layanan kesehatan yang lebih lengkap.
Direktur RSUD Talisayan, Andik Irwan menjelaskan, kendati demikian, keterbatasan fasilitas pendukung di rumah sakit masih menjadi tantangan yang harus diatasi, terutama untuk menunjang kinerja para tenaga medis.
Sebgai informasi, dokter spesialis mayor mencakup bidang bedah, anak, internis, serta obstetri dan ginekologi (Obgyn). Keempat bidang ini dinilai sebagai kebutuhan dasar yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
“Dokter spesialis anak baru saja bergabung dengan kami,” ungkap Andik.
Kehadiran dokter spesialis anak menjadi tambahan yang sangat dinanti, meskipun pelayanan untuk pasien anak masih harus menunggu karena izin praktik dokter tersebut sedang dalam proses pengurusan.
“Pelayanan diperkirakan baru bisa dimulai pada awal tahun 2025,” tuturnya.
Sementara itu, tiga spesialis penunjang meliputi Patologi Klinik (PK), anestesi, dan radiologi. Saat ini, dokter radiologi dan patologi klinik tidak hanya melayani di RSUD Talisayan, tetapi juga bertindak sebagai penanggung jawab laboratorium dan radiologi di RSUD Abdul Rivai.
“Radiologi dan PK adalah dokter kunjungan dari RSUD Abdul Rivai,” jelasnya.
Lebih lanjut Andik memaparkan bahwa empat dari tujuh dokter spesialis ini didatangkan dari luar Berau. Spesialis bedah dan anak berasal dari Surabaya, Obgyn dari Bali, dan internis dari Blitar. Keberadaan mereka dinilai sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang memadai di wilayah Talisayan.
Sementara itu, Andik menegaskan, RSUD Talisayan juga menetapkan tarif pelayanan kesehatan yang dinilai cukup terjangkau. Bahkan, tarif yang diberlakukan lebih rendah dari standar Indonesia Case Based Groups (INA-CBGs) dan sudah disesuaikan dengan Peraturan Daerah (Perda). Hal ini berlaku baik bagi pasien yang menggunakan BPJS Kesehatan maupun yang membayar secara mandiri.
“Kami tetap berusaha memberikan pelayanan terbaik dengan tarif yang lebih rendah dari standar INA-CBGs,” ujar Andik.
Namun, di tengah perkembangan positif ini, Andik mengakui bahwa keterbatasan fasilitas pendukung masih menjadi kendala besar. Para dokter spesialis sering mengeluhkan minimnya sarana seperti rumah dinas, kendaraan dinas, serta jasa pelayanan, khususnya untuk pasien BPJS.
“Para spesialis membutuhkan fasilitas pendukung yang memadai, terutama karena mereka berasal dari luar Berau dan membutuhkan kenyamanan untuk menunjang pekerjaan mereka,” pungkasnya.












