Lia seperti saya: sama-sama masih jetlag. Saya datang dari Jakarta, dia dari Santiago di ujung barat Spanyol.
Kapan Anda putuskan untuk Camino lagi yang kedua?
Lia adalah ketua tim pemenangan Ganjar-Mahfud. Untuk seluruh Amerika. All out. Sampai plat nomor mobilnyi, Lexus, diganti GANJAR. Bukan lagi plat nomor angka. GANJAR itu plat nomor resmi yang didaftarkan di New York.
“Saya juga hubungi anak saya untuk ikut”, kata Lia. Erick, anak mereka, kini umur 26 tahun. Ia lahir di Boston. Sampai tamat SMA di Binus Jakarta. Sarjana manajemen bisnisnya dari Amerika.
Lia lantas cari visa Spanyol. Meski sudah hampir 30 tahun di Amerika Lia masih warga negara Indonesia. Ia sangat cinta Indonesia. Kakeknya dapat bintang dari Presiden Soekarno. Sang kakek seorang pejuang. Penyedia senjata untuk para pejuang kemerdekaan.
Lia aktivis. Gesit. Kerja keras. Dia juga pengacara di New York –khusus untuk urusan imigrasi. Saya diajak ke kantornyi di Queens. Di jalan utama yang strategis. Klien terbanyaknya dari Eropa Timur.
Lia sudah memutuskan mendukung Ganjar sejak Jokowi belum belok kanan. Bahkan sejak Megawati masih terlihat enggan mencapreskan Ganjar.
Lia sendiri menamatkan SMA di Santa Ursula Jakarta. Lalu sekolah musik di Berkeley California. Spesialisasinya piano. Klasik. Masternya di bidang bisnis di Boston. Lalu mendalami hukum, juga di Boston.
Jadilah Lia seorang jurist doctor. “Jurist doctor bukan PhD. Tidak sama. Gelar itu untuk bisa praktik pengacara,” kata Lia.
Lia begitu kecewa atas hasil Pilpres. Ini kekecewaan kedua di politik.
Lia pernah dipanggil pulang ke Indonesia. Agar aktif di berbagai tim pemenangan capres SBY di periode kedua. Sukses. SBY menang mutlak.
Lia sendiri kalah. Lia adalah caleg DPR RI dari Partai Demokrat. Untuk daerah pemilihan Bangka.
Maling dan copet suara sudah ada saat itu meski belum seseru Pemilu terakhir. Di antara sesama caleg satu partai sudah saling serobot suara.
Lima tahun kemudian Lia all out memenangkan Jokowi. Sukses. Pun lima tahun setelah itu. Kali ini dia tidak menyangka Jokowi belok kanan ke Prabowo di tahap terakhir.
Putusannya untuk Camino sekali lagi adalah cara Lia agar bisa move on setelah itu.
“Saya tipe orang yang mendukung seorang Capres tapi tidak membenci Capres lain,” ujar Lia.
Di perjalanan Camino itu Lia melakukan kontemplasi: apa itu hidup dan untuk apa hidup.
Tiap hari Lia berjalan 20 Km. Selama lima hari. Jari-jari kakinyi melepuh. Dibalut. Melepuh lagi. Jalan tidak boleh berhenti. Hati tidak boleh putus asa.(Dahlan Iskan)