Kota Balikpapan mencatat fenomena yang tidak lazim dalam statistik ketenagakerjaan dan kesejahteraan sosial. Ada peningkatan angka pengangguran, tapii ternyata tak berpengaruh pada angka kemiskinan.
Pada tahun 2024, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Balikapan, tercatat sebesar 6,22 persen, naik dari 6,09 persen pada 2023. Namun di saat yang sama, angka kemiskinan justru turun menjadi 2,23 persen atau setara dengan sekitar 14.530 jiwa, menjadikan Balikpapan sebagai kota dengan tingkat kemiskinan terendah di Indonesia.
Sebagai perbandingan, rata-rata kemiskinan nasional pada Maret 2024 berada di angka 9,03 persen, sementara tingkat pengangguran terbuka nasional sebesar 5,29 persen pada Februari 2024 (BPS).
Artinya, Balikpapan menempati posisi unik yakni dengan kemiskinan sangat rendah meskipun pengangguran relatif tinggi. Fenomena itu disampaikan oleh Sekretaris Bappeda Litbang Kota Balikpapan, Tommy Alfianto, dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) pada 27 Mei 2025 lalu.
“Banyak penduduk yang tidak aktif bekerja, tetapi kondisinya tidak sampai jatuh ke dalam kategori miskin. Bahkan bisa dikatakan cukup berdaya,” kata Tommy.
Lanjutnya, bahwa kondisi tersebut lazim terjadi di kota dengan dominasi sektor tambang, dan migas. Pekerja di sektor ini, kerap memperoleh penghasilan besar dalam waktu tertentu saat proyek berlangsung.
“Jadi banyak juga yang dilakukan oleh penelitian-penelitian para dosen kita, karena bisa jadi dia bekerja 1 tahun di sektor tambang. Kemudian jadi pengangguran setelah mendapatkan gaji yang lumayan besar” ungkapnya.
Situasi ini juga, menjadi perhatian anggota Komisi II DPRD Balikpapan, Mieke Heny, yang dalam forum tersebut mempertanyakan keakuratan dan strategi di balik angka-angka tersebut.
“Banyak pengangguran tapi kemiskinan rendah, saya bingung. Pengangguran tinggi tapi kemiskinan turun, hebat dong strateginya. Saya belum ketemu rumusnya apa,” ujar Mieke.
Ia menyoroti perlunya perhatian pada peningkatan pelatihan kerja, terutama nonformal, supaya penanganan pengangguran tidak hanya bertumpu pada sektor pendidikan formal.
Mieke juga mengungkapkan bahwa Balikpapan hanya memiliki satu balai pelatihan kerja (BLK), itu pun milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim).
“Tolong di-back up pelatihan kerja nonformal, jangan fokus pada yang formal saja. Dunia industri selalu minta sertifikasi kerja, itu perlu disiapkan untuk mengurangi pengangguran,” tegasnya.
Menanggapi hal ini, Kepala BPS Balikpapan, Marinda Damaprianto, menyampaikan bahwa fenomena pengangguran tinggi namun kemiskinan rendah bukanlah hal mustahil dalam konteks daerah industri.
“Itu bisa saja terjadi karena sumber daya yang belum match dengan lapangan kerja yang tersedia. Leveling pekerjaan atau tingkat pendidikan juga bisa memengaruhi,” jelas Marinda saat dikonfirmasi langsung, pada Selasa 17 Juni 2025.
Bahwa, pemerintah kota saat ini tengah meningkatkan pendidikan vokasi dan pelatihan keterampilan sebagai strategi jangka menengah. Menurutnya, banyak warga yang secara statistik tercatat menganggur namun masih mampu bertahan secara ekonomi karena memiliki bekal keterampilan atau tabungan dari pekerjaan sebelumnya.
Marinda juga menyampaikan, BPS selalu melakukan pendataan rutin setiap tahun, dengan pembaruan data tingkat pengangguran di tingkat provinsi dilakukan per semester.
“Untuk 2025, bulan depan kami akan melakukan survei pengangguran. Sedangkan data kemiskinan kemungkinan dirilis pada September,” sebutnya kepada Nomorsatukaltim (Disway Kaltim Grup).
Baginya, peningkatan kualitas tenaga kerja juga sangat penting guna menjawab tantangan ketidakcocokan antara kompetensi dan kebutuhan industri.
“Ketersediaan lapangan kerja, pendidikan, dan keterampilan vokasi sangat berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Jadi walaupun seseorang tidak bekerja, kalau punya bekal, dia masih bisa bertahan,” tutupnya.(Salsa/arie)












