Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengingatkan pemerintah daerah serius memperhatikan tata kelola barang milik daerah (BMD), karena menjadi salah satu sektor yang mendapat atensi khusus dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketegasan itu disampaikan oleh Direktur BUMD, BLUD dan BMD Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Andes Haji Yudia Ramli, ketika memberikan sambutan dalam sosialisasi dan bimtek pengelola BMD di Tanjung Selor, Bulungan, Kaltara, Selasa (17/6/2025).
“Kalau BMD tidak dikelola dengan baik, selain tidak akan menjadi pengungkit pendapatan asli daerah (PAD), juga akan menjadi fokus perhatian KPK. Pengelolaan BMD harus dilakukan secara tertib, akuntabel, dan transparan untuk mendukung pelayanan publik,” katanya.
Dijelaskan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bertujuan mendorong kemandirian daerah. Salah satunya dapat dicapai dengan memperkuat PAD melalui optimalisasi BUMD, BLUD, dan BMD.
Ketiga sektor itu disebut sebagai pengungkit strategis yang harus diberdayakan secara maksimal.
“BUMD menjadi inti bisnis daerah, BLUD terkait pelayanan dasar, dan BMD merupakan aset strategis yang harus dikelola secara profesional. Dari ketiganya, BMD adalah yang paling rumit, tapi justru strategis ke depan,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, beberapa masalah krusial dalam pengelolaan BMD yang sering terjadi di daerah, antara lain aset terbengkalai, dikuasai pihak lain, hilang, hingga pengadaan tanpa rencana kebutuhan.
Selain itu, keterbatasan sumber daya manusia (SDM) bersertifikat sebagai penilai BMD menjadi kendala utama.
“Kami siap memfasilitasi jika pemerintah daerah ingin mengirimkan staf untuk pelatihan teknis penilaian BMD. Kami sudah bekerja sama dengan Kementerian Keuangan untuk mendukung hal ini,” ujarnya.
Sementara itu, Bupati Bulungan, Syarwani mengakui bahwa pengelolaan BMD kerap menjadi temuan dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK.
“Setiap daerah, pengelolaan aset daerah ini pasti muncul pada LHP BPK. Tidak hanya di Bulungan, tapi hampir di seluruh wilayah. Makanya ini harus kita benahi,” ujar Syarwani.
Menurutnya, keberhasilan tata kelola aset sepenuhnya bergantung pada pelaksanaan di lapangan. Mulai dari pendataan yang belum optimal, pencatatan yang tidak tertib, pemanfaatan aset yang belum maksimal, hingga lemahnya pengawasan.
“Barangnya ada, tapi tidak bisa dipertanggungjawabkan secara sah. Kadang dikuasai pihak lain atau bahkan hilang. Itu realita. Makanya saya ingin ini jadi perhatian serius,” ujarnya. (Alan)