Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim) melakukan penggeledahan di sejumlah kantor Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kaltim. Penggeledahan ini dilakukan sebagai bagian dari penyelidikan kasus dugaan korupsi dalam pelaksanaan reklamasi tambang batu bara dan pemanfaatan lahan transmigrasi.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim, Toni Yuswanto, mengungkapkan bahwa penggeledahan dimulai sejak Rabu, 16 Oktober 2024.
“(Penggeledahan) menyasar kantor-kantor pemerintahan di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim, Toni Yuswanto, dilansir Antara, Jumat (18/10/2024).
Kasus ini, kata Toni, melibatkan beberapa pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diduga melalaikan kewajiban reklamasi pasca-penambangan. Selain itu, dalam kasus transmigrasi, ditemukan indikasi pemanfaatan lahan secara ilegal oleh PT JMB, yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Sejumlah kantor yang menjadi sasaran penggeledahan antara lain Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kaltim.Berikutnya, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Kaltim.
Selain itu, kantor OPD daerah tingkat II juga menjadi sasaran penggeledahan. Di antaranya DPMPTSP Kabupaten Kutai Kartanegara, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kutai Kartanegara. Selanjutnya, Kantor Perwakilan Inspektur Tambang, DLH Kota Samarinda, dan DPMPTSP Kota Samarinda.
“Dari penggeledahan tersebut, tim penyidik berhasil mengamankan sejumlah dokumen dan peralatan elektronik yang diduga terkait dengan perkara,” tambah Toni.
Barang bukti yang berhasil diamankan akan dianalisis lebih lanjut untuk memperkuat proses penyidikan.Pihak Kejati Kaltim juga mengimbau masyarakat untuk turut mengawal proses hukum ini.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menggeledah kantor Dinas ESDM dan DPMPTSP Kaltim terkait dugaan suap penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto menuturkan, kasus yang melibatkan mantan Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak (AFI) itu, telah naik ke penyidikan sejak Kamis, 19 September 2024 lalu.
“KPK telah memulai penyidikan untuk dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) untuk perkara sebagaimana tersebut di atas dan telah menetapkan 3 orang sebagai tersangka,” ujarnya pada konferensi pers, Kamis (26/9/2024) malam.
Berdasarkan informasi yang dihimpun NOMORSATUKALTIM, 3 tersangka yang dimaksud berinisial AFI, DDWT, dan ROC. KPK telah mengajukan tindakan pencegahan bepergian ke luar negeri kepada 3 tersangka, selama enam bulan pertama.
Hal ini berdasarkan Surat Keputusan (SK) KPK Nomor 1204 Tahun 2024, tertanggal 24 September 2024. Pencegahan tersebut dimaksudkan untuk memudahkan tim penyidik KPK melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
MAKI Desak Penyelesaian Kasus Reklamasi Tambang
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) merespons positif langkah yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim) atas penyelidikan dan penanganan kasus dugaan korupsi pelaksanaan reklamasi tambang batu bara dan pemanfaatan lahan transmigrasi.
Boyamin Saiman selaku Ketua MAKI, menekankan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan di Kalimantan Timur ini, agar tidak mengalami kerusakan serupa yang pernah terjadi di Bangka Belitung.
“Saya mendukung penuh langkah-langkah yang memperhatikan kepentingan Kalimantan agar tidak rusak akibat aktivitas tambang ilegal yang tidak direklamasi dan pelakunya kabur tanpa tanggung jawab,” tegasnya, usai ditemui di PN Balikpapan, Jumat (18/10/2024).
Ia menjelaskan, bahwa meski perusahaan tambang telah menempatkan jaminan reklamasi di bank, banyak di antaranya yang mengabaikan kewajiban tersebut setelah menghentikan operasi mereka.
“Setiap penambang sudah memiliki jaminan reklamasi di bank, jadi seharusnya jika mereka kabur, dana itu bisa digunakan untuk menutup lubang tambang, tetapi kenyataannya tidak dilaksanakan,” tambah Boyamin.
Boyamin mengungkapkan, kekhawatiran bahwa kemungkinan besar ada penyalahgunaan dana oleh pihak-pihak yang terlibat, baik pemerintah maupun perusahaan.
Ia pun berkomitmen untuk terus mendorong Kejati Kaltim agar menyelesaikan penyelidikan ini demi tercapainya keadilan.“Kemarin kan sudah ada penyelidikan, penggeledahan dan kami minta ini dikembangkan. Kami bukan hanya akan mengawasi, tetapi juga mendesak Kejaksaan Tinggi untuk menyelesaikan semua ini,” ucapnya.
Lebih lanjut, Boyamin menekankan bahwa tanpa adanya tindakan tegas dalam reklamasi, bisa jadi ada kolusi antara pengusaha dan penguasa. “Saya tidak hanya akan mengejar pengusaha, tetapi juga pihak penguasa yang diduga bersekongkol harus diadili dan dijadikan tersangka,” tegasnya.
Ia mencatat bahwa praktik korupsi dalam industri tambang ini telah melukai rasa keadilan masyarakat, khususnya Kalimantan Timur. Banyak masyarakat yang hanya bisa menyaksikan kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang ilegal yang ditinggalkan.
“Kalau hanya jadi penonton tidak masalah, tapi jangan sampai ditinggalkan oleh hal-hal buruk. Masyarakat yang tidak mendapat manfaat malah terpaksa menjadi saksi kerusakan yang ditimbulkan,” jelasnya.
Boyamin bersama dengan para aktivis anti-korupsi lainnya, seperti Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (Arruki), LP3HI, dan Almas Tsaqibbirru pun bertekad untuk mengawal kasus ini hingga tuntas.
Yang pasti, reklamasi harus dilakukan dengan cara yang benar, bukan sekadar menutup lubang tambang dengan tanah tanpa tindakan lebih lanjut.
MAKI juga akan menuntut agar pelaku korupsi tidak hanya diadili dengan hukuman penjara, tetapi juga diwajibkan untuk membayar ganti rugi atas kerusakan yang telah terjadi.
“Kita tidak hanya memenjarakan mereka, tetapi kita juga harus mengejar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mereka untuk mengganti jaminan reklamasi, meskipun kerugian terhadap lingkungan jauh lebih besar,” tambah Boyamin.
Ia mengkritik situasi penegakan hukum di Kalimantan Timur yang dinilai stagnan dalam menangani kasus-kasus korupsi. “Jika kita lihat, tren penanganan korupsi di Kaltim stagnan dalam beberapa tahun terakhir. Sekitar 5-7 tahun terakhir ini, perkembangan penanganan kasus-kasus tipikor terbilang lamban,” ujarnya.
Dengan adanya pemerintahan baru, Boyamin berharap penanganan kasus-kasus korupsi yang lebih besar akan mendapatkan perhatian serius dan tidak hanya fokus pada kasus-kasus kecil.(hariadi/chandra/arie)