Kasus ODGJ Naik Jadi 452 Orang

Didominasi Gangguan Jiwa Ringan Akibat Tekanan Ekonomi

Kasi Kesehatan Jiwa Dinkes Berau, Nurhayati. (Azwini/Disway Kaltim)

Kasus Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Kabupaten Berau mengalami peningkatan pada tahun 2025. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Berau, jumlah ODGJ tahun ini mencapai 452 orang, naik dari 442 kasus pada tahun sebelumnya.

Kasi Kesehatan Jiwa Dinkes Berau, Nurhayati mengatakan, dari total tersebut sebanyak 191 orang merupakan ODGJ ringan, sedangkan 261 orang lainnya tergolong ODGJ berat.

Ia menyebut peningkatan tahun ini terutama terjadi pada kategori ODGJ ringan, sementara jumlah ODGJ berat cenderung stabil.

“Terjadi peningkatan dibanding tahun lalu. Tahun ini jumlah ODGJ mencapai 452 orang, sebelumnya 442 kasus,” ujar Nurhayati, Senin (20/10/2025).

Ia menjelaskan, wilayah dengan jumlah kasus tertinggi masih berada di kawasan perkotaan, yakni di Kecamatan Tanjung Redeb yang terdapat 26 ODGJ ringan dan 22 ODGJ berat, di Teluk Bayur 23 ringan dan 32 berat, sedangkan di sambaliung terdapat 26 ringan dan 42 berat.

Menurut Nurhayati, meningkatnya jumlah ODGJ ringan disebabkan oleh banyaknya masyarakat yang memiliki masalah kejiwaan namun tidak segera mendapat penanganan. Kondisi tersebut lambat laun dapat berkembang menjadi gangguan yang lebih berat.

“Biasanya mereka sudah punya masalah kejiwaan tapi tidak teratasi, akhirnya memburuk. Kalau yang berat, jumlahnya tidak bertambah karena mereka memang sudah dalam pengawasan dan perawatan rutin,” jelasnya.

Ia menambahkan, faktor ekonomi masih menjadi penyebab utama meningkatnya kasus ODGJ di Berau. Tekanan hidup dan kenaikan biaya kebutuhan dinilai mempengaruhi kondisi mental masyarakat.

“Kalau dilihat penyebabnya, kebanyakan karena faktor ekonomi. Sekarang ini kan kehidupan serba mahal, mungkin masyarakat kita banyak yang terbebani secara ekonomi,” ujarnya.

Meski begitu, peningkatan kasus juga disebabkan oleh semakin aktifnya Dinkes Berau melakukan screening kesehatan jiwa di berbagai lingkungan. Kegiatan ini dilakukan secara rutin di sekolah, masyarakat umum, dan beberapa lokasi lainnya untuk mendeteksi dini gangguan kejiwaan.

“Kita rutin melakukan screening, makanya banyak ditemukan kasus baru. Sebenarnya bukan berarti makin banyak yang sakit, tapi makin banyak yang terdeteksi,” ungkapnya.

Nurhayati mengakui, penanganan ODGJ masih terkendala keterbatasan tenaga profesional. Saat ini, Dinkes Berau belum memiliki psikolog, sedangkan di RSUD hanya tersedia satu psikiater.

“Kami belum ada psikolog, sudah diusulkan tapi belum disetujui. Jadi kalau ada kasus, biasanya kami arahkan ke psikolog swasta. Sayangnya, banyak masyarakat yang enggan datang mungkin kare

Selain kekurangan tenaga ahli, Berau juga sempat mengalami kekosongan stok obat bagi pasien ODGJ. Tahun 2024 lalu, Kementerian Kesehatan sempat melarang penggunaan anggaran APBD II untuk pengadaan obat jiwa, sehingga pelayanan sempat terganggu.

“Waktu itu kami sempat kesulitan karena obat tidak boleh dibeli pakai APBD. Setelah itu boleh lagi, tapi sudah akhir tahun, jadi baru bisa dianggarkan tahun depan,” katanya.

Meski dihadapkan pada sejumlah keterbatasan, Dinkes Berau terus berupaya memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam menangani kasus ODGJ di Bumi Batiwakkal. Sejak tiga tahun lalu, Berau telah memiliki Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) yang dibentuk berdasarkan SK Bupati. Tim ini melibatkan Satpol-PP, kepolisian, camat, lurah, RT, hingga Dinas Sosial untuk menangani kasus ODGJ secara terpadu.

“Sekarang penanganan ODGJ lebih terarah. Kalau dulu ada yang mengamuk pasti dipasung, sekarang tidak ada lagi kasus pasung di Berau,” ucap Nurhayati.

Ia berpesan agar masyarakat dan keluarga pasien lebih peduli terhadap kondisi ODGJ. Menurutnya, dukungan keluarga sangat penting, terutama dalam memastikan pasien rutin mengkonsumsi obat agar tidak kambuh.

“Mereka jadi gangguan jiwa bukan karena mau, tapi karena keadaan. Jadi keluarga harus tetap memperhatikan, terutama dalam pemantauan obat. Kalau tidak rutin, mereka bisa kambuh lagi,” katanya.

Nurhayati juga mengimbau masyarakat untuk tidak mengabaikan kesehatan mental di tengah tekanan kehidupan modern. Ia mengajak warga mengisi waktu dengan hal positif dan tidak menolak jika dilakukan pemeriksaan kesehatan jiwa.

“Kalau ada screening kesehatan jiwa, jangan menolak. Itu untuk kebaikan diri sendiri,” tutupnya. (MAULIDIA AZWINI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *