Per Senin 6 Januari 2025 lalu, Pemerintah Indonesia resmi menaikkan angka usia pensiun dari 58 tahun menjadi 59 tahun. Tentunya, kebijakan berdampak ke generasi muda.
Keputusan ini sendiri sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun adalah langkah penting dalam menjawab tantangan demografi dan keberlanjutan dana pensiun.
Secara keuangan sendiri, memperpanjang masa kerja berarti memperpanjang periode iuran pekerja ke dalam program jaminan pensiun.
Menurut pendapat Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, hal ini juga dapat meningkatkan stabilitas dana pensiun dan mengurangi beban keuangan pemerintah dalam jangka panjang.
“Dengan semakin banyaknya peserta aktif yang menyumbang ke dana pensiun, cadangan dana tersebut dapat dikelola lebih baik untuk menjamin manfaat pensiun yang memadai bagi peserta di masa depan,” ujar Achmad ketika dihubungi oleh Disway pada Kamis 9 Januari 2025.
Namun di sisi lain, Achmad melanjutkan, perubahan usia pensiun juga memiliki implikasi serius bagi generasi muda. Dalam hal ini, ketika posisi-posisi yang seharusnya diisi oleh pekerja muda tertahan oleh mereka yang tetap bekerja lebih lama, maka peluang kerja baru menjadi semakin terbatas.
“Hal ini dapat memperburuk tingkat pengangguran, khususnya di kalangan lulusan baru yang masih mencari pekerjaan pertama mereka,” pungkas Achmad.
Selain itu, bagi generasi muda yang sudah bekerja, stagnasi karier menjadi tantangan karena promosi ke posisi strategis menjadi lebih lambat. Hal ini disebabkan karena generasi muda biasanya membawa inovasi dan ide-ide segar yang diperlukan untuk mendorong organisasi agar tetap kompetitif.
Namun, peluang mereka untuk berkontribusi secara penuh dapat terhalang jika kebijakan ini tidak diimbangi dengan upaya menciptakan ruang yang adil bagi mereka.
“Pemerintah dapat mendorong program mentoring di mana pekerja senior membimbing generasi muda, atau memberikan insentif kepada perusahaan yang membuka peluang kerja baru bagi lulusan baru untuk menjaga regenerasi tenaga kerja,” tutur Achmad.
Sementara itu, kebijakan penaikan usia pensiun sebelumnya juga telah dilakukan oleh banyak negara maju seperti Jerman, yang meningkatkan usia pensiun bertahap dari 65 menjadi 67 tahun sejak 2012, dan Prancis, yang baru-baru ini menaikkan usia pensiun dari 62 menjadi 64 tahun pada 2023.
Di kawasan ASEAN, Singapura akan meningkatkan usia pensiun dari 63 menjadi 65 tahun pada 2030, sementara Malaysia telah menetapkan usia pensiun pada 60 tahun sejak 2013.
Kaum buruh memberikan tanggapan terkait keputusan pemerintah yang menetapkan kenaikan usia pensiun menjadi 59 tahun mulai 1 Januari 2025.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI), Mirah Sumirat, mengatakan, keputusan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggara Program Jaminan Pensiun, yang sebelumnya menetapkan usia pensiun pada 56 tahun, dengan kenaikan satu tahun setiap tiga tahun hingga mencapai usia 65 tahun.
Di satu sisi, pekerja akan mendapatkan kepastian pekerjaan lebih lama dengan tetap menerima upah.
Namun, ia juga menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan produktivitas pekerja, mengingat semakin bertambahnya usia, fisik dan mental dapat menurun, terutama bagi pekerja yang mengandalkan kekuatan fisik.
“Bekerja dengan usia yang lebih tua tentu dapat memengaruhi produktivitas pekerja, terutama di sektor-sektor yang mengandalkan kekuatan fisik,” ujar dalam konfirmasinya, Rabu 8 Januari 2025.
Mirah juga menyoroti nasib pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sebelum mencapai usia pensiun.”Bagi pekerja yang di-PHK sebelum mencapai usia pensiun, misalnya di usia 40 tahun, mereka harus menunggu hingga 19 tahun untuk menerima dana pensiun,” kata Mirah.
Ia menambahkan bahwa hal ini dapat menyebabkan pekerja kehilangan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek dan membangun ekonomi mereka. Oleh karena itu, ia berharap ada solusi yang dapat membantu pekerja yang ter-PHK agar tidak dirugikan.
Selain itu, Mirah juga mengkritik banyaknya perusahaan yang belum mematuhi peraturan tentang usia pensiun. Beberapa perusahaan menetapkan usia pensiun di bawah ketentuan perundang-undangan, bahkan dalam perjanjian kerja bersama.
“Pemerintah harus tegas menindak perusahaan-perusahaan yang melanggar peraturan ini,” ujarnya.
Mirah juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap rendahnya besaran dana pensiun yang diterima oleh pekerja. “Jumlah dana pensiun yang diterima pekerja saat ini sangat kecil, dengan angka terendah Rp 300.000 dan tertinggi Rp 3.600.000 per bulan. Jumlah ini belum memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup layak setelah pensiun,” ungkapnya.
Sebagai solusi, Mirah merujuk pada rekomendasi dari sistem dana pensiun ILO yang menyarankan penggantian penghasilan sebesar 40 hingga 60 persen dari pendapatan terakhir pekerja.
“Pekerja yang telah membayar pajak saat masih produktif seharusnya mendapatkan manfaat yang layak saat mereka pensiun, agar mereka dapat hidup dengan kondisi yang layak,” pungkas Mirah Sumirat.(disway.id/arie)












