Tenaga kesehatan (nakes) di Kalimantan Timur (Kaltim) masih jauh dari kebutuhan ideal, Jumlahnya belasan ribu orang. Meski banyak lulusan nakes, namun banyak yang belum terserap ke dunia kerja.
Berdasarkan data kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) per April 2025, Kaltim masih membutuhkan total 37.678 tenaga kesehatan untuk memenuhi rasio ideal terhadap jumlah penduduk.
Saat ini, ketersediaan tenaga kesehatan baru mencapai 26.174 orang, artinya terdapat kekurangan 11.504 tenaga kesehatan secara keseluruhan. (lihat grafis)
Perbedaan kebutuhan dan ketersediaan tenaga kesehatan menunjukkan adanya ketimpangan antarwilayah, terutama di daerah yang tergolong tertinggal dan sulit dijangkau.
Enam daerah yang termasuk wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) yakni Paser, Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Kutai Barat, Mahakam Ulu, dan Berau, memiliki kebutuhan tinggi namun keterbatasan dalam pemenuhan tenaga.
Di sisi lain, Forum Konsil Tenaga Kesehatan mencatat banyak lulusan belum terserap karena keterbatasan formasi Aparatur Sipil Negara (ASN), dan minimnya rekrutmen honorer, apalagi dengan regulasi yang sekarang.
“Banyak lulusan nakes belum terserap karena kurangnya lowongan ASN dan minimnya perekrutan honorer di daerah,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, Jaya Mualimin, saat diwawancara Nomorsatukaltim (Disway Kaltim Grup).
Ia menyebut, proses rekrutmen di fasilitas kesehatan pemerintah daerah, dilakukan melalui penyusunan dokumen Analisis Jabatan (Anjab), Analisis Beban Kerja (ABK), dan Peta Jabatan, yang kemudian diusulkan ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) untuk formasi ASN.
Adapun mekanisme ini memerlukan waktu panjang, yang menyebabkan lambatnya penyerapan lulusan. “Saat ini ketersediaan formasi ASN yang disetujui oleh Kemenpan-RB masih diprioritaskan untuk penyelesaian alih status tenaga honorer,” ucap Jaya sapaan akrabnya, pada Rabu (14/5/2025).
Ketimpangan distribusi tenaga kesehatan juga tercermin pada kondisi layanan dasar di tingkat puskesmas. Berdasarkan data kebutuhan sembilan jenis tenaga kesehatan dasar, tercatat masih ada 31 puskesmas yang belum memiliki dokter gigi, 18 puskesmas belum memiliki tenaga kesehatan lingkungan, 7 puskesmas belum memiliki tenaga gizi, dan 4 puskesmas belum memiliki dokter.
Sementara itu, ketersediaan perawat dan bidan dinilai sudah mencukupi. Namun, ia tetap mengakui bahwa kondisi ini berdampak pada keterbatasan layanan kesehatan, khususnya di wilayah terpencil.
Lanjutnya, Dinkes masih menunggu data lengkap dari institusi pendidikan untuk mengetahui jumlah lulusan tenaga kesehatan di Kaltim dalam 2-5 tahun terakhir, serta persentase mereka yang terserap bekerja.
“Kami sedang melakukan follow up ke institusi pendidikan untuk mendapatkan data jumlah lulusan dan berapa yang sudah bekerja, baik di fasilitas negeri maupun swasta,” ungkap Jaya.
Untuk mengatasi ketimpangan, Dinkes Kaltim menjalin kerja sama dengan Universitas Mulawarman dan UGM dalam Program Academic Health System (AHS), guna mendukung pemenuhan tenaga dokter spesialis di daerah.
Selain itu, kerja sama juga dilakukan dengan Forum Kesehatan Masyarakat (FKM) untuk memberdayakan lulusan yang belum terserap dengan mendorong penempatan di fasilitas tingkat desa atau puskesmas pembantu.
“Kami juga berupaya menyinkronkan kurikulum pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja melalui kerja sama tersebut, agar lulusan bisa lebih siap pakai,” imbuhnya.
Pemetaan kebutuhan tenaga kesehatan pun telah dilakukan secara rinci di setiap kabupaten/kota di Kaltim, termasuk wilayah perkotaan seperti Samarinda dan Balikpapan. Kendati demikian, kekurangan tenaga kesehatan paling signifikan tetap terjadi di wilayah 3T.
“Keterbatasan tenaga kesehatan menjadi tantangan utama dalam memperluas akses layanan dasar di Kalimantan Timur,” pungkas Jaya.(SALSA/ARIE)












