Oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), berinisial KMR dikabarkan tersandung kasus dugaan korupsi proyek fiktif dengan nilai fantastis mencapai Rp 431 miliar.
KMR, yang merupakan politisi dari Partai NasDem dan mewakili daerah pemilihan Kota Balikpapan, dilaporkan telah ditahan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta terkait kasus ini.
Menanggapi kabar penahanan kadernya, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai NasDem Balikpapan memilih untuk berhati-hati dan belum mengambil sikap resmi.
Sekretaris DPD Partai NasDem Balikpapan, Parlindungan, mengungkapkan bahwa pihaknya masih menunggu informasi yang valid dan terkonfirmasi langsung dari Jakarta.
“Saya mau ke Jakarta dulu. Belum ada informasi dari sana. Jadi saya harus memastikan betul atau tidak, harus ketemu orangnya (KMR),” tegas Parlindungan saat dikonfirmasi pada Selasa (13/5/2025).
Lanjutnya, bahwa enggan berspekulasi lebih jauh sebelum mendapatkan kepastian dan bertemu langsung dengan pihak-pihak terkait.Menutup pernyataannya, Parlindungan meminta semua pihak untuk bersabar menunggu informasi lebih lanjut setelah kunjungannya ke Jakarta.
“Nanti dari sana saya kabarin. Mohon bersabar dulu teman-teman,” pungkasnya singkat.
Sebelumnya, berdasarkan informasi resmi yang dihimpun Nomorsatukaltim (Disway Kaltim Grup), Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta menetapkan sembilan tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pembiayaan fiktif PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk yang terjadi dalam rentang waktu 2016 hingga 2018.
Penetapan tersebut merupakan hasil dari proses penyidikan oleh bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Jakarta berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRINT-10/M.1/Fd.1/04/2025 tertanggal 21 April 2025.
Dalam keterangan resmi tertulisnya, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Jakarta, Syahron Hasibuan, menyampaikan bahwa sembilan tersangka terlibat dalam proyek fiktif yang melibatkan sembilan perusahaan rekanan dan empat anak perusahaan Telkom. Total nilai proyek mencapai Rp 431.728.419.870.
“Para tersangka diduga secara bersama-sama menyalahgunakan anggaran PT Telkom Indonesia untuk pelaksanaan proyek yang tidak pernah direalisasikan. Ini jelas melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang sehat,” ujar Syahron.
Menurut hasil penyidikan, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk menjalin kerja sama dengan sembilan pemilik perusahaan untuk pengadaan barang dan jasa dengan anggaran perusahaan. Pengadaan ini tidak terkait dengan core business Telkom, yang seharusnya fokus pada bidang telekomunikasi sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
Empat anak perusahaan Telkom yang dilibatkan dalam pelaksanaan proyek ini adalah PT Infomedia, PT Telkominfra, PT Pins, dan PT Graha Sarana Duta. Mereka kemudian menunjuk vendor-vendor yang ternyata merupakan afiliasi dari sembilan perusahaan rekanan, yang seluruhnya terlibat dalam praktik pengadaan fiktif (lihat grafis).
Kombinasi seluruh proyek tersebut mencapai nilai fantastis sebesar Rp431 miliar lebih. Syahron Hasibuan menegaskan, bahwa pengadaan tersebut tidak pernah direalisasikan di lapangan. “Proyek-proyek itu fiktif. Tidak ada satu pun kegiatan riil yang dilakukan, sementara dana sudah digelontorkan,” tegas Syahron.
Berdasarkan hasil pemeriksaan mendalam, lanjut Syahron, sembilan orang yang ditetapkan sebagai tersangka memiliki peran beragam, mulai dari pejabat internal Telkom hingga direktur dan pengendali perusahaan rekanan. (lihat grafis)
Seluruh tersangka ditetapkan berdasarkan Surat Penetapan Tersangka yang diterbitkan Kepala Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Jakarta pada 7 Mei 2025.
Syahron menegaskan bahwa mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terkait status hukum, penyidik telah menahan tujuh dari sembilan tersangka. Penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan di beberapa Rumah Tahanan Negara (Rutan) berbeda. (Lihat grafis)
“Sementara itu, tersangka berinsial DP tidak ditahan karena alasan kesehatan. Ia ditetapkan sebagai tahanan kota di Depok agar tetap dapat menjalani pengobatan intensif dari dokter,” jelas Syahron.
Dari sisi prosedural, ia menjelaskan penetapan para tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan cukup alat bukti terkait keterlibatan mereka dalam proyek fiktif tersebut.
Pihaknya juga menekankan bahwa proses hukum akan terus berlanjut untuk menelusuri lebih dalam kemungkinan keterlibatan pihak-pihak lainnya. “Dengan total kerugian negara mencapai lebih dari Rp431 miliar, kasus ini menjadi salah satu perkara dugaan korupsi korporasi terbesar di lingkungan BUMN dalam beberapa tahun terakhir,” tambahnya.
Penyidik Kejati Jakarta kini masih akan terus mendalami aliran dana serta mekanisme persetujuan proyek oleh manajemen PT Telkom Indonesia.
“Kami akan terus dalami aliran dana, termasuk peran dari masing-masing anak perusahaan dalam memfasilitasi kerja sama bisnis yang terbukti menyimpang dari kegiatan usaha utama,” pungkas Syahron.(chandra/arie)












