Dugaan penyimpangan anggaran terjadi, aroma korupsi proyek ketahanan di Kutai Timur diendus aparat. Nilainya tak tanggung-tanggung, puluhan miliar.
——————————
Penyimpangan pengelolaan anggaran program ketahanan pangan, di wilayah Kutai Timur (Kutim) senilai Rp 40,1 miliar, yang salah satunya dialokasikan untuk pengadaan Rice Processing Unit (RPU) sebesar Rp 24,9 miliar, kini telah ditangani oleh Polda Kalimantan Timur.
Menurut informasi, surat perintah penyidikan dengan nomor SP Sidik/S 1.1/151/VI/Res.3.3./2025/Distreskrimsus/Polda Kaltim diterbitkan pada 23 Juni 2025.
Sejumlah pejabat Pemkab Kutim, termasuk Sekretaris Daerah (Sekda) Rizali Hadi dan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Ade Achmad Yulkafilah, pun telah dipanggil sebagai saksi.
Dikonfirmasi via pesan teks, Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Yuliyanto, membenarkan adanya pemanggilan saksi-saksi tersebut untuk dimintai keterangan. “Benar (adanya pemanggilan saksi,” singkat Kombes Pol Yuliyanto, Kamis (4/9/2025).
Adapun untuk jumlah saksi yang telah dipanggil, ia menyebut telah ada 44 orang.“Sampai hari ini penyidikan terhadap peristiwa dugaan korupsi, Polda Kaltim sudah memeriksa saksi sebanyak 44 orang,” jelasnya.
Namun saat ditanya lebih lanjut mengenai penetapan tersangka, Kombes Yuliyanto belum dapat memberikan penjelasan lebih lanjut.
Diberitakan sebelumnya, sejumlah pejabat daerah di Kutim diperiksa oleh Polda Kaltim, terkait dugaan permainan anggaran program pendukung ketahanan pangan Kutim 2024 senilai Rp40,1 miliar.
Proses penyidikan tertuang dalam surat Perintah penyidikan Nomor SP sidik/S 1.1/151/VI/Res.3.3./2025/Distreskrimsus/Polda Kaltim tertanggal 23 Juni 2025.
Ada beberapa nama yang paling mencuri perhatian. Diantaranya Sekretaris Daerah (Sekda) Kutim Rizali Hadi dan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kutim, Ade Achmad Yulkafilah.
Pemeriksaan ini di sebut-sebut berkaitan dengan program pendukung ketahanan pangan Kutim tahun anggaran 2024 senilai Rp40,1 miliar.
Dari total anggaran itu, sekitar Rp 24,9 miliar dialokasikan untuk pengadaan mesin Rice Processing Unit (RPU).
Menanggapi hal itu, Sekertaris Daerah (Sekda) Kutim, Rizali Hadi, yang turut diperiksa, akhirnya buka suara menanggapi isu dugaan penyimpangan anggaran ketahanan pangan senilai Rp 40,1 miliar.
Ia menegaskan bahwa pemeriksaan yang dijalani adalah bagian dari kewajiban sebagai anggota Tim Anggaran Pemerintahan Daerah (TAPD), bukan karena dirinya terlibat langsung dalam proyek bermasalah tersebut.
“Kita di TAPD. TAPD itu bukan hanya Sekda dan Kepala BPKAD. Ada juga Kepala Bapenda, Bappeda sebagai wakil ketua, dan lainnya sebagai anggota. Semua dipanggil Polda, termasuk Banggar DPRD lama,” tegas Rizali, saat di wawancara belum lama ini.
Rizali juga menambahkan, tugas Tim TAPD hanya sebatas perencanaan dan penganggaran, bukan pada pelaksanaan kontrak. Dan perannya hanya sebatas memastikan ketersediaan anggaran.
“Kita, dalam proses penganggaran mulai dari perencanaan sampai penganggaran sudah berjalan sesuai tupoksi masing-masing.”
“Saya hanya mengontrol perencanaannya seperti apa. Dari sisi penganggaran, gimana anggarannya, ada enggak? Oh, ada. Silakan,” tambah Rizali.
Menurutnya, yang sebenarnya bermasalah adalah proses pelaksanaan kontrak di SKPD terkait. Namun, ia menyayangkan karena justru dirinya bersama Kepala BPKAD yang lebih banyak disorot publik.
“Nah, proses yang ada di SKPD inilah yang bermasalah. Tetapi yang yang lebih ditonjolkan kan Sekda sama Kepala BPKAD. Sementara yang yang berkasus sendiri itu siapa ? Enggak selalu ditonjolkan,”jelas Rizali.
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kutim, Ade Achmad Yulkafilah, juga menegaskan pihaknya tidak tahu menahu mengenai permasalahan RUP ini.
“Apalagi di berita hari ini yang saya baca, seolah-olah TAPD yang bermasalah. Coba ditanya dengan pihak pelaksana, kenapa ini bermasalah.”
“Kami di TAPD enggak pernah tahu RPU itu apa. Mau dibangun di mana, mau dibangun apa, itu kami enggak pernah tahu. Kami tahunya hanya kegiatannya untuk kemandirian Pangan,” jelas Ade.
Ia juga menjelaskan, program untuk pembangunan itu di ketahui oleh pihak SKPD karena merekalah yang melaksanakan.
“Nah, mereka punya program untuk membangun A, B, C yang tahu SKPD karena melaksanakan kan mereka. Akhirnya, seolah-olah opini digiring, kami yang seolah-olah sebagai pelaksana, padahal enggak begitu. Kami dipanggil sebagai saksi, ya harus datang,” ujarnya.
Terpisah Kabag Hukum Pemkab Kutim, Januar Bayu Irawan, mengatakan, wajar jika TAPD, Banggar, dan SKPD dipanggil aparat sebagai saksi.
“Ini murni bagian dari penyidikan. Semua pihak dipanggil, mulai TAPD, Banggar, sampai dinas teknis. Posisi kami adalah mendukung proses hukum. Indikasi masalah itu sebenarnya ada di kontrak pelaksanaan, bukan di TAPD,” jelas Kabag Hukum.
Ia juga mengingatkan bahwa Pemkab Kutim menghormati sepenuhnya proses hukum yang berjalan.
“Kami hadir sebagai saksi, itu hal biasa. Tapi jangan dipelintir seolah-olah kami yang bermain. Justru ini kesempatan bagi kami untuk meluruskan agar publik tidak salah paham,” tutupnya. (chandra/sakiya/arie)