Dua Zona Kuning, Kabupaten di Kaltim soal Pelayanan Publik

Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Timur (Kaltim) mengumumkan hasil penilaian tingkat kepatuhan penyelenggaraan pelayanan publik Pemerintah Daerah (Pemda) se-Kalimantan Timur tahun 2023. Ada 3 kabupaten masuk zona kuning.

Kepala Kepala Ombudsman Perwakilan Kaltim, Hadi Rahman mengatakan, tahun 2022 lalu, rata-rata nilai kepatuhan Pemda di Provinsi Kaltim masih di kualitas sedang. Namun di 2023 sudah ada progres yang baik.

Secara umum, pemda di Kaltim mengalami kenaikan indeks kepatuhan. Kecuali untuk dua kabupaten yakni Kutai Timur (Kutim) dan Mahakam Ulu (Mahulu) berada di zona kuning.

“2023 ini lebih banyak yang sudah masuk ke zona A atau B, zona hijau. Tapi ada dua kabupaten yang di zona C, zona kuning. Yaitu Kabupaten Kutim dan Mahakam Ulu,” ungkap Hadi Rahman dalam konferensi pers, di Kantor Ombudsman Kaltim, Balikpapan, Rabu (31/1/2024).

Hadi menyebut, berdasarkan hasil penilaian Ombudsman, tingkap kepatuhan pelayanan publik  Pemerintah Provisi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) berada di grade A.

“Pemprov A, kota semuanya A, Kabupaten Kukar (A), yang lain B. Kutim dan Mahulu C,” sebut Hadi.

“Ya, (kota di Kaltim) sudah zona hijau. Artinya kepatuhan mereka juga meningkat. Compliance-nya meningkat,” imbuhnya menegaskan.

Untuk tingkat kabupaten, kata Hadi, Kutai Kartanegara menjadi yang tertinggi di antara tujuh kabupaten lain di Kaltim. “Tingkat kabupaten, Kukar paling tinggi. Tahun kemarin sebenarnya dia hijau juga, yang B. Sekarang naik A,” terangnya.

Bagi daerah yang sudah berstandar A, Ombudsman Kaltim mengingatkan agar kepatuhan terhadap standar pelayanan publik ini terus ditingkatkan.

Namun bagi yang masih berpredikat B, diharapkan lebih berhati-hati.  Sebab, kata Hadi, ada juga kabupaten yang nilainya nyaris tergelincir ke zona kuning.

“Itu kalau ndak waspada juga bisa turun. Kan tadi nilainya (ada yang) mepet ke bawah. Nilai minimal untuk zona hijau B itu 78, tadi ada yang 79. Kan sedikit sekali selisihnya. Kalau tidak jaga standar, jaga kualitas itu bisa tahun ini kuning. Namanya penilaian itu dinamis,” tukas Hadi.

Hadi menegaskan, harus selalu ada upaya-upaya perbaikan. Terutama bagi daerah yang berada di zona kritis.

“Masyarakat juga ingin pelayanan lebih optimal. Jangan lambat misalnya. Petugas itu harus kompeten, harus ramah,” ujarnya memberi contoh.

Hadi menegaskan, Ombudsman hanya memberikan penilaian dan rekomendasi. Sementara upaya perbaikan ada di tangan pimpinan penyelenggaran masing-masing.

“Yang penting kami bisa menjaga integritas penilaian, independensi. Ya kalau misalnya memang baik ya kami bilang baik. Kalau buruk ya kami sampaikan (ke publik),” ujarnya.

Hadi melanjutkan, pengambilan data sebagai dasar penilaian tingkat kepatuhan pelayanan publik  dilakukan sejak bulan Juli 2023. Proses ini berlangsung 3 bulan, hingga September 2023.

“Ada sekitar 1.200 data yang kami kumpulkan kurang lebih 3 bulan di lapangan. Nah itu kemudian diinput dimasukkan ke dalam aplikasi,” tuturnya.

Selain itu, tim Ombudsman juga meminta keterangan masyarakat pengguna layanan publik yang ditemui langsung di lapangan.

“Acuan kita jelas, UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang menjadi acuan utama. Norma, azasnya jelas, klir. Kemudian kami tuangkan di dalam metodologi penelitian atau penilaian,” terangnya.

Sementara itu, pada 2023, Ombudsman Perwakilan Kaltim menerima 47 aduan masyarakat terkait penyelenggaraan pelayanan publik.

“Top five-nya ya, yaitu kepegawaian, adminduk, perbankan, pendidikan, dan pertanahan,” sebutnya.

Hadi menegaskan, penilaian kepatuhan Ombudsman ini adalah salah satu program strategis nasional (PSN).

“Dan ini adalah salah satu fungsi pengawasan yang dilakukan oleh ombudsman. Ombudsman tidak hanya menyelesaikan laporan masyarakat, tapi juga memastikan penyelenggaraan pelayanan publik sudah sesuai dengan standar dan norma yang berlaku,” demikian Hadi.(nomorsatukaltim.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *