DPRD: Perusda Harus Lebih Aktif

Anggota Komisi II, Firnadi Ikhsan (Nizar/Disway)

Perusahaan Daerah (Perusda) Kaltim, mendapatkan sorotan belakangan ini, karena hasil yang tak maksimal. Gubernur Kalimantan Timur, mendorong agar para pengusaha tambang menjalin kerja sama dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Hal tersebut, mendapat dukungan dari DPRD Kaltim.

Kolaborasi ini, dinilai sebagai langkah strategis untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor migas dan batu bara, yang selama ini menjadi sumber kekayaan utama provinsi.

Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Firnadi Ikhsan, menilai pendekatan Gubernur kepada para pelaku usaha tambang di Jakarta merupakan langkah realistis yang harus ditindaklanjuti secara konkret.

“Kita mendukung penyampaian Gubernur kepada para pengusaha tambang di Jakarta. Permintaan agar mereka berkontribusi membangun Kaltim lewat kerja sama dengan BUMD dari sektor migas dan batu bara itu sangat penting untuk meningkatkan PAD,” ujar Firnadi.

Ia menegaskan, sudah saatnya BUMD tidak hanya menjadi pelengkap dalam ekosistem industri ekstraktif, tetapi dilibatkan secara aktif dan proporsional dalam kegiatan-kegiatan usaha, baik secara langsung maupun dalam sektor pendukung.

“Semangat kita, adalah pelibatan aktif dan bahkan proporsional terhadap perusda-perusda yang bisa menunjang pergerakan di bidang migas dan batu bara,” tambahnya.

Firnadi menjelaskan, bahwa perusda merupakan alat strategis milik pemerintah provinsi untuk mengoptimalkan pendapatan daerah.

Melalui kerja sama yang baik dengan sektor swasta, terutama perusahaan tambang besar, BUMD dapat berkontribusi lebih signifikan terhadap pembangunan daerah.

“Karena perusda ini adalah perpanjangan tangan pemerintah untuk mengambil pendapatan asli daerah. Itu merupakan komponen dasar dari pembangunan dan penyediaan dana untuk APBD,” ujarnya.

Ia juga menyoroti pentingnya BUMD mengambil bagian dalam pekerjaan turunan dari aktivitas tambang seperti bongkar muat dan penyediaan infrastruktur.

Menurut Firnadi, pekerjaan-pekerjaan tersebut seharusnya menjadi domain BUMD agar manfaat ekonomi lokal bisa lebih maksimal.

“Pekerjaan-pekerjaan seperti bongkar muat, penyediaan sarana-prasarana, itu seharusnya dikerjakan oleh BUMD kita,” tegasnya.

Firnadi berharap sinergi antara BUMD dan pelaku industri ekstraktif tidak hanya berhenti di wacana, tetapi benar-benar diwujudkan dalam bentuk kerja sama konkret yang memberi dampak nyata bagi keuangan daerah dan kesejahteraan masyarakat. DPRD, kata dia, akan terus mendorong langkah-langkah strategis ini agar dapat dijalankan secara berkelanjutan.

Seperti diberitakan sebelumnya, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang tak maksimal pendapatannya, serta merugi dinilai tak perlu dilanjutkan, alias ditutup saja.

Ekonom Kalimantan Timur (Kaltim), yang juga dosen Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul), Purwadi menyebut, bahwa masalah pada perusahaan daerah (Perusda) di Kaltim, merupakan persoalan lama yang tak kunjung tuntas, terutama karena persoalan tata kelola yang tidak profesional.

“Ini sih sering saya bilang, Perusda ini kan penyakit lama ya. Tidak dikelola dengan profesional,” ungkap Purwadi kepada nomorsatukaltim (Disway Grup), Senin, 30 Juni 2025.

Menurutnya, selama pengelolaan Perusda tidak dibenahi, penyuntikan modal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), hanya akan menjadi beban tanpa hasil.

“Ketika tidak profesional ya mau disuntik duit berapa miliar pun kan selalu minta tambahan modal. Tahunya minta modal kerja terus. Ini APBD loh. Uang APBD, uang rakyat. Uang pajak rakyat,” tegasnya.

Purwadi juga menekankan, bahwa pemerintah daerah perlu bersikap tegas. Bila suatu Perusda terus merugi tanpa kejelasan arah usaha, maka lebih baik ditutup.

“Ya kalau gak beres ya diamputasi, bersihkan gitu. Diamputasi aja kalau bikin tekor terus kan. Daripada jadi benalu,” ujarnya.

Namun, Dia menambahkan, bahwa secara prinsip keberadaan Perusda tetap penting selama dijalankan sesuai misi utamanya.  “Tetep harus dilanjutkan. Perusda itu kan misinya dua: sosial dan profit,” katanya.

Ia juga mempertanyakan komitmen pemerintah daerah yang baru, di tengah tahun politik dan transisi kepemimpinan.  “Sekarang udah 2025. Ada keberanian gak pemerintah yang baru sekarang? Atau beda-beda tipis? Atau lebih parah kan?” tutupnya.

Masalah Perusda Kaltim, dinilai sebagai cerminan dari ketidaksiapan tata kelola dan pengawasan. Oleh karena itu, langkah reformasi struktural serta political will yang kuat dari pemangku kebijakan sangat diperlukan agar Perusda tak lagi menjadi ladang pemborosan uang rakyat.(Nizar/ARIE)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *