Soal Ormas Boleh Kelola Tambang
Banyak yang mempertanyakan soal kebijakan organisasi masyarakat (ormas) di bidang keagamaan boleh mengelola tambang, lalu apa alasan pemerintah?
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengungkapkan, alasan di balik keputusan pemerintah untuk memberikan izin kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan dalam mengelola tambang.
Keputusan ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara, yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi.
Menurut Siti Nurbaya, pemerintah yakin bahwa ormas-ormas keagamaan dapat mengelola tambang secara profesional melalui sayap-sayap organisasi mereka yang berfokus pada bisnis.
“Itu kan begini ya, organisasi itu kan punya sayap-sayap organisasi. Nah jadi yang dimaksud dengan perizinan itu, itu di sayap bisnisnya. Jadi tetap aja profesional sebetulnya,” ujar Siti Nurbaya kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Minggu (2/6/2024).
Lanjutnya, bahwa daripada ormas-ormas tersebut setiap hari mengajukan proposal, lebih baik mereka diberdayakan melalui sayap bisnis yang dikelola dengan baik dan profesional.
“Ormas itu pertimbangannya itu tadi karena ada sayap-sayap organisasinya yang memungkinkan. Daripada ormasnya setiap hari nyariin proposal, minta apa, apa namanya mengajukan proposal, kan lebih baik dengan sayap bisnis yang rapi dan tetap profesional. Itu sih sebetulnya,” sambungnya.
Siti Nurbaya juga menekankan bahwa memberikan ruang produktivitas kepada masyarakat adalah bagian dari hak asasi manusia. Ia mencontohkan bagaimana hutan sosial diberikan kepada rakyat untuk menjaga produktivitas.
“Bunyinya pokoknya bahwa, gini lho ya, undang-undang dasar itu kan mengatakan bahwa adalah hak asasi manusia untuk manusia menjadi produktif. Jadi ruang-ruang produktivitas rakyat apapun salurannya harusnya diberikan. Maka ada hutan sosial diberikan kepada rakyat. Ada misalnya nanti apa ya petugas petugas yang di bawah banget yang miskin itu juga harusnya dipikirkan karena produktif itu kan hak rakyat gitu ya yang harus diperhatikan oleh negara,” jelas Siti.
Sebelumnya, Presiden Jokowi resmi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara.
Isi PP 25/2024 salah satunya yaitu mengatur bahwa wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) dapat ditawarkan secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.
“Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan,” bunyi pasal 83A ayat (1).
Selanjutnya, IUPK dan atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada badan usaha tidak dapat dipindahtangankan dan atau dialihkan tanpa persetujuan menteri. Selain itu, kepemilikan saham ormas maupun organisasi keagamaan dalam badan usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali.
Kebijakan ini mengundang banyak kritik dari banyak pihak. Salah satunya datang dari pengamat politik, Rocky Gerung. Rocky berpendapat bahwa mengelola tambang memerlukan keahlian khusus yang biasanya dimiliki oleh para profesional di bidang pertambangan.
“Ormas keagamaan itu tugasnya untuk berdoa supaya negeri ini makmur sentosa, bukan menunggu tetesan uang dari negara atau dari korporasi kan,” ujar Rocky Gerung, dikutip dari kanal YouTube pribadinya pada Senin (3/6/2024).
Rocky menilai langkah pemerintah memberikan IUP Tambang kepada ormas keagamaan dapat menyebabkan monopoli dan merusak distribusi ekonomi.
“Jadi salah sekali kan, sudah jauh menyimpang begitu ada uang lalu semua ormas itu menganggap ini adalah rezeki buat dia, itu dia enggak tahu bahwa rezeki itu memperburuk distribusi ekonomi kita karena ormas itu akan memonopoli itu, terutama pimpinan-pimpinan pusatnya,” tambahnya.
Rocky juga meragukan kemampuan ormas keagamaan dalam mengelola tambang dan menekankan bahwa hal ini bisa membuka peluang untuk korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
“Itu aja sudah ajaib, maka akan terjadi sogok menyogok, ya dijual aja kan lisensinya itu kan supaya ketuanya tinggal ongkang-ongkang kaki saja tinggal terima dana,” terangnya.(disway.id/arie)












