BUPATI Berau, Sri Juniarsih Mas, menyoroti rendahnya transparansi perusahaan khususnya di sektor pertambangan, dalam pelaporan dan penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) kepada pemerintah daerah.
Menurutnya, sikap tertutup perusahaan membuat pemerintah daerah kesulitan memantau efektivitas program CSR yang dijalankan. Akibatnya, pelaksanaan program kerap tidak sejalan dengan kebutuhan serta prioritas masyarakat di daerah.
“Untuk transfer dana CSR ke daerah itu mereka tidak transparan. Kalau dulu ada TJSL, sekarang sudah tidak ada. Forum CSR juga tidak maksimal,” ujarnya, Selasa (7/10/2025).
Sri Juniarsih menilai lemahnya posisi pemerintah daerah dalam urusan CSR, tak lepas dari perubahan kewenangan perizinan pertambangan yang kini sepenuhnya berada di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Kondisi itu membuat pemerintah daerah tak lagi memiliki ruang cukup untuk mengawasi aktivitas perusahaan, meski dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat Berau.
Di sisi lain, Bupati juga menyoroti dampak nyata dari masifnya aktivitas pertambangan terhadap kondisi lingkungan di Berau. Banyaknya kawasan hijau yang beralih fungsi menjadi area tambang, mengurangi tutupan hutan dan memperparah risiko bencana di sejumlah wilayah.
“Seperti yang teman-teman media beritakan, banyak lubang bekas tambang. Makanya kami mengajak mereka untuk mengembalikan hutan melalui dana CSR itu,” katanya.
Menanggapi kondisi tersebut, Sri menyebut pihaknya kini berupaya mencari langkah alternatif untuk memulihkan keseimbangan lingkungan akibat aktivitas pertambangan. Salah satunya melalui program reboisasi yang dijalankan dengan memanfaatkan dana CSR perusahaan tanpa mengandalkan APBD.
“Kalau memang kewajiban transparan itu tidak bisa mereka laksanakan, paling tidak kita bisa mengembalikan hutan yang hilang dengan dana CSR,” jelasnya.
Dirinya berharap upaya yang dilakukan pihaknya mampu menumbuhkan kesadaran perusahaan terhadap pelestarian lingkungan. Ia menilai, pengelolaan dana CSR di tingkat daerah penting agar dapat diarahkan langsung pada kegiatan reboisasi di kawasan hutan yang terdampak aktivitas pertambangan.
“Berau dengan dinamika illegal miningnya, masih banyak kawasan hutan, banyak yang bilang hutannya sudah hilang, tidak mungkin bisa dikembalikan. Tapi hutan itu bisa kita pulihkan melalui deposit Reboisasi yang dimiliki oleh perusahaan,” pungkasnya. (MAULIDIA AZWINI)












