Cabut Izin karena Desakan

Pemerintah resmi mencabut izin operasi (IUP) empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, menyusul temuan pelanggaran lingkungan dan tekanan dari berbagai pihak, termasuk aktivis lingkungan seperti Greenpeace hingga mantan Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti.

Keputusan ini diambil setelah rapat terbatas yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto pada Senin 9 Juni 2025, dengan melibatkan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Menteri Lingkungan Hidup (LHK) Hanif Faisol Nurofiq, dan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni.

“Atas arahan Bapak Presiden, pemerintah memutuskan mencabut izin usaha pertambangan empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat,” ujar Mensesneg Prasetyo Hadi saat konferensi pers bersama sejumlah menteri di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa 10 Juni 2025.

Bahlil Lahadalia menegaskan, pencabutan izin empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat adalah langkah tegas pemerintah untuk menyeimbangkan investasi dan keberlanjutan lingkungan.

“Kami tidak anti-investasi, tapi investasi harus berjalan sesuai aturan dan tidak merusak lingkungan. Raja Ampat adalah aset bangsa yang tidak ternilai, dan kita tidak boleh gegabah dalam mengambil keputusan hanya untuk keuntungan jangka pendek,” tegas Bahlil.

Ia juga menyoroti pentingnya kepatuhan perusahaan terhadap regulasi. “Hasil pengawasan tim gabungan menunjukkan bahwa keempat perusahaan ini melakukan pelanggaran serius, mulai dari ketiadaan dokumen lingkungan hingga eksploitasi di kawasan lindung. Kalau sudah begini, pemerintah harus bertindak. Tidak ada kompromi untuk perusakan lingkungan.”

“Tambang nikel di Raja Ampat menggunakan metode open-pit mining (tambang terbuka), yang dilarang di kawasan lindung. Kami tidak akan beri persetujuan lingkungan untuk aktivitas merusak ini,” tegas Hanif.

TAK CABUT PT GAG

Pemerintah tak mencabut izin usaha pertambangan (IUP) milik perusahaan PT Gag Nikel (PT GN). Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan alasannya yaitu karena proses penambangan sesuai dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal).

“Untuk PT GAG karena itu adalah dia melakukan sebuah proses penambangan yang menurut dari hasil evaluasi tim kami itu bagus sekali. Itu Alhamdulillah sesuai dengan AMDAL, sehingga karena itu juga adalah bagian dari aset negara selama kita awasi betul,” kata Bahlil di Kantor Presiden, Selasa, 10 Juni 2025.

Meski tak dicabut, kata Bahlil, pemerintah tetap mengawasi kegiatan pertambangan PT GAG. “Sekalipun (PT) GAG tidak kita cabut, tetapi kita atas perintah bapak presiden kita awasi khusus dalam implementasinya, jadi amdalnya harus ketat, reklamasi harus ketat tidak boleh rusak terumbu karang jadi kita betul-betul awasi habis terkait urusan di Raja Ampat,” ungkapnya.

Bahlil Lahadalia merinci 4 perusahaan itu adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining.

“Yang kita cabut adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining. Ini yang kita cabut,” kata Bahlil di Kantor Presiden, Selasa, 10 Juni 2025.

Lebih lanjut, Bahlil mengungkapkan alasan Presiden Prabowo Subianto mencabut IUP 4 perusahaan itu. Salah satunya karena melanggar Undang-undang.

“Pertama, secara lingkungan atas apa yang disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq kepada kami itu melanggar. Yang kedua adalah kita juga turun mengecek di lapangan kawasan-kawasan ini menurut kami harus kita lindungi dengan tetap memperhatikan biota laut dan konservasi,” ujarnya.

“Sekalipun memang perdebatan yang akan terjadi adalah izin-izin ini diberikan sebelum kita tetapkan ini sebagai kawasan geopark,” sambungnya.

Tekanan Aktivis Lingkungan hingga Mantan Menteri Susi

Keputusan ini disambut positif oleh Greenpeace Indonesia dan mantan Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti, yang sejak lama menentang penambangan di Raja Ampat.

Greenpeace merilis laporan (2023) bahwa eksploitasi nikel di Raja Ampat mengancam keanekaragaman hayati laut, termasuk terumbu karang dan habitat hiu.

Susi Pudjiastuti lewat Twitter (X) menyebut, “Raja Ampat adalah surga biodiversitas, bukan untuk dirusak tambang. Stop eksploitasi di pulau kecil!”

“Kami tak mau ada lagi kerusakan di Raja Ampat. Keputusan ini bukti pemerintah serius menjaga lingkungan,” kata Bahlil.

Dampak Ekonomi vs Lingkungan

Meski berpotensi menyerap investasi, tambang nikel di Raja Ampat disebut dinilai tak sebanding dengan risiko ekologisnya. Kawasan ini masuk Coral Triangle, rumah bagi 75% spesies karang dunia, dan menjadi destinasi wisata global.

Dengan pencabutan izin ini, pemerintah mengirim sinyal kuat bahwa pembangunan tak boleh mengorbankan lingkungan.

Bahlil kembali menambahkan, keputusan pencabutan izin ini sejalan dengan komitmen Indonesia dalam transisi energi hijau.

“Kita sedang gencar mendorong industri nikel untuk hilirisasi dan ekonomi hijau, tapi bukan berarti kita tutup mata terhadap praktik yang merusak alam. Justru, industri harus memegang prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) agar sustainable.”

Pemerintah, lanjutnya, akan memastikan ada solusi untuk tenaga kerja terdampak. Selain itu, pemerintah mengklaim punya banyak alternatif pengembangan ekonomi di Raja Ampat, seperti ekowisata dan perikanan berkelanjutan, yang justru lebih menjanjikan di masa depan.

“Bagi investor yang ingin berbisnis di Indonesia, taati aturan, patuhi analisis dampak lingkungan, dan jangan coba-coba bermain api. Pemerintah akan terus mengawasi dan tidak segan mencabut izin jika terbukti merugikan negara dan lingkungan,” terangnya.

Dengan pernyataan ini, Bahlil menegaskan bahwa kebijakan ini bukan sekadar simbolis, melainkan bagian dari langkah sistematis pemerintah dalam mengawal pembangunan berkelanjutan.(disway.id/arie)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *