Buat Apa Dibangun?

Rice Processing Unit (RPU) di Kutim yang belum beroperasi.-SAKIYA//

Proyek Rice Processing Unit (RPU) di Kaltim tak pernah berbuah berkah. Ujung-ujungnya malah berbuntut musibah.

23 Juni 2025, sepucuk surat dari Polda Kaltim bernomor SP Sidik/S 1.1/151/VI/Res.3.3./2025/Distreskrimsus/Polda Kaltim keluar. Surat penyidikan Polda tersebut memanggil sebanyak 44 orang untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi.

Awalnya, proyek ini direncanakan untuk dibangun di Kecamatan Kaubun, Kutai Timur. Namun justru berubah di Sangatta Selatan.

Dari data Rencana Umum Pengadaan (RUP) yang tercantum di portal resmi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), melalui laman sirup.lkpp.go.id, proyek ini mencakup satu paket pengadaan mesin Rice Processing Unit (RPU) dengan spesifikasi lengkap.

Rangkaian peralatan yang diadakan meliputi: rice grader, rice huller, silo gabah basah, silo gabah kering, silo holding, tungku sekam, vacum packing brick shape l2, water polisher, ayakan sentrik lantai panjang, hingga blending mixer.

Kemudian ada juga colour sorter, destoner, emery whitener, dryer, huskel, kapasitor bank, packing scale, hingga paddy separator.

Pengadaan dilakukan menggunakan skema e-purchasing, dengan sumber dana berasal dari APBD Perubahan Tahun Anggaran 2024.  Adapun total pagu proyek yang tercatat mencapai Rp 24.998.751.000.

Sementara itu, berdasarkan data Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) di laman resmi spse.inaproc.id, perusahaan yang tercatat sebagai penyedia proyek adalah PT SKILL Indotimur Agung.

Tim nomorsatukaltim (Disway Kaltim Grup) mencoba menyisir dan menyaksikan langsung lokasi tempat bangunan proyek ini berdiri.  Dimulai dari Sangatta, waktu tempuh perjalanan sekitar 20-27 menit dengan roda dua.

Kendaraan melintasi Jalan Poros Yos Sudarso 1-Simpang 4 Patung Singa. Setelah itu berbelok ke kanan menuju Jembatan Penghubung antara Kecamatan Sangatta Utara dan Sangatta Selatan, kemudian melintasi pasar tradisional.

Hingga akhirnya kendaraan masuk ke Jalan Pertamina sampai menuju Taman Tugu Patung Literasi. Kondisi jalan di sini sebagian besar sudah beraspal. Namun masih ada beberapa titik yang mulai rusak dan berlubang. Sepanjang perjalanan, kita akan disuguhi areal persawahan warga, sebelum akhirnya tiba di lokasi RPU.

Sesampai di lokasi, RPU terlihat lengang, tanpa aktivitas. Beberapa jenis tumbuhan liar dan semak belukar mulai menjalar ke langit. Bangunannya masih berdiri kokoh. Pun demikian dengan mesin-mesinnya. Terlihat terawat tanpa karat.

Di lokasi ini hanya ada 1 orang yang berjaga. Ia bertugas memastikan sejmlah fasilitas masih terjaga dengan baik. Sementara jarak dengan permukiman warga sangat jauh. Sekitar 4 kilometer.

Proyek ini sendiri merupakan inisiasi dari Dinas Ketahanan Pangan Kutim. Media ini mencoba mengonfirmasi Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kutim Ery Muliyadi ke ruang kerjanya di Jalan AW Syahranie, Teluk Lingga, Sangatta Utara. Namun yang bersangkutan tidak menampakan batang hidungnya.

Bahkan, nomor seluluer yang biasa dipakai, mendadak tidak aktif. Pun demikian dengan pihak PT SKILL Indotimur Agung selaku kontraktor, sama-sama tidak merespons.

Meski berkasus, Ketua DPRD Kutim Jimmi mengaku tetap mendukung program ketahanan pangan yang dicanangkan pemerintah daerah.Pengadaan RPU sebenarnya bisa menjadi salah satu terobosan. Asalkan perencanaan dilakukan matang dan sesuai kebutuhan wilayah.

“Pada prinsipnya kami dukung upaya peningkatan ketahanan pangan. Tapi harus jelas perencanaannya, agar tidak menimbulkan persoalan baru,” tutup Jimmi.

Nelangsa RPU Kukar

18 tahun berdiri, Rice Production Unit (RPU) Kukar hanya meninggalkan jejak usang. Tak ada produksi, apalagi aktivitas. Bangunan ini nyaris menjadi lokasi uji nyali.

RPU Kukar terletak di Jalan Pahlawan, Desa Manunggal Jaya, Kecamatan Tenggarong Seberang. Berdiri di atas lahan seluas 16.225 meter persegi dan berjarak sekitar 17,76 kilometer dari Kota Tenggarong.

Pabrik penggilingan padi berskala besar ini sudah berdiri sejak 2002 silam, sejak masa kepemimpinan Bupati Kukar Syaukani. Pengoperasiannya sempat mandek. Hingga pada periode kepemimpinan Bupati Kukar Rita Widyasari, RPU ini sempat aktif kembali pada 2011. Tapi setelah itu mandek lagi.

Pantauan langsung tim media ini, kondisinya kini tampak tidak terawat. Bangunannya kusam. Cat juga memudar. Dindingnya dipenuhi bercak hitam akibat kelembapan.

Tapi tulisan “RPU Kutai Kartanegara” dan “Kutai Kartanegara Regency” masih terlihat gagah di bangunan utama.

Namun cat biru dan putihnya sudah memudar dimakan waktu.

Masuk ke dalam di bagian gudang, pintu-pintu besi berwarna hijau tampak berkarat. Sebagian sudah berlumut, dan beberapa area sudah tertutup tanaman liar.

Area produksi yang dahulu digunakan untuk pengolahan padi kini dibiarkan kosong. Di situ juga ada dua tangki penyimpanan besar terletak di sisi luar pabrik. Kondisinya sudah tampak lapuk dengan cat terkelupas dan permukaan dipenuhi karat.

Instalasi pipa dan rangka baja yang menghubungkan bangunan pun sudah berkarat. Menunjukkan tanda-tanda rapuh akibat usia yang panjang tanpa perawatan. Kendaraan operasional yang dahulu dipakai untuk mendukung aktivitas pabrik juga terbengkalai.

Sebuah truk boks berwarna cokelat dibiarkan di area belakang, dengan bodi penuh karat, ban hilang, kaca pecah, dan ditumbuhi lumut serta tanaman liar. Truk lain dengan bak terbuka terparkir di sekitar gudang, dalam kondisi tidak jauh berbeda, cat mengelupas dan ban aus.

Sebuah forklift masih berada di depan pintu masuk utama, namun terlihat jelas sudah lama tidak digunakan.

Halaman pabrik yang luas kini dipenuhi rumput liar yang tumbuh di sela-sela beton, sementara jalan masuk yang dulu menjadi jalur keluar masuk hasil produksi kini dipenuhi rerumputan dan sampah berserakan.

Belum puas, tim pun menyusuri sisi-sisi luar bangunan. Vegetasi liar seperti semak belukar dan pepohonan sudah merambat hingga mendekati bangunan, bahkan nyaris menutup sebagian sudut area pabrik.

Meski terlihat terbengkalai dan penuh kerusakan, struktur bangunan utama RPU Kutai Kartanegara masih berdiri kokoh.

Serahkan ke swasta

Dosen Fakultas Pertanian Unmul Rita Mariati menyarankan pemerintah untuk lakukan analisa terlebih dulu, sebelum mengaktifkan RPU Kukar. Tanpa begitu, ia khawatir, RPU Kukar tidak akan pernah beroperasi lagi.

Untuk kasus RPU Kukar, problemnya karena keterbatasan bahan baku. Sementara biaya untuk produksi tetap sama. Hal inilah yang membuat operasional RPU bisa membengkak.

Untuk RPU yang lain, Rita menyarankan agar diambil alih oleh swasta. “Karena memiliki manajemen dan pengalaman yang sudah matang,” ucapnya.(sakiya/ari/arie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *