Memanasnya konflik geopolitik Timur Tengah akibat serangan rudal Iran-Israel kini kembali menjadi salah satu topik geopolitik yang paling memengaruhi ekonomi global saat ini.
Menurut Ekonom sekaligus Dosen Universitas Pembangungan Nasional “Veteran” Jakarta, Achmad Nur Hidayat, konflik yang melibatkan dua negara kuat di kawasan ini bukan hanya berimplikasi pada keamanan regional, tetapi juga memiliki potensi untuk berdampak besar pada pasar energi dunia dan stabilitas ekonomi global.
“Jika ketegangan terus meningkat, ada kemungkinan terjadinya gangguan pasokan minyak, baik melalui blokade di Selat Hormuz, jalur transportasi minyak yang strategis, atau melalui serangan terhadap fasilitas minyak di kawasan tersebut,” jelas Achmad saat dihubungi oleh Disway pada Sabtu 5 Oktober.
Menurut Achmad, salah satu hal yang perlu diwaspadai di tengah kondisi ketidakpastian global ini adalah tingkat investasi.Pasalnya, konflik berkepanjangan antara Israel dan Iran juga bisa menciptakan ketidakpastian di pasar keuangan global.
“Ketika investor merasa tidak yakin dengan stabilitas geopolitik, mereka cenderung menarik investasinya dari pasar yang dianggap lebih berisiko, termasuk negara-negara berkembang seperti Indonesia,” ujar Achmad.
Penarikan modal asing ini dapat menyebabkan depresiasi nilai tukar rupiah dan meningkatkan biaya pinjaman luar negeri. Menurut Achmad, kondisi ini bisa memperburuk defisit transaksi berjalan dan menambah beban ekonomi nasional.
Selain itu, volatilitas di pasar saham global dapat memicu aksi jual saham di bursa Indonesia, yang pada akhirnya berdampak negatif terhadap investasi dalam negeri.
“Ketidakpastian di pasar keuangan ini dapat memperlambat laju pemulihan ekonomi pasca-pandemi, mengingat Indonesia masih sangat bergantung pada investasi asing untuk mendukung pertumbuhan ekonominya,” pungkas Achmad.
Oleh karena itulah, Achmad menilai bahwa perlunya langkah-langkah strategis dari Pemerintah Indonesia untuk melindungi perekonomian domestik dari dampak yang lebih besar. Salah satu langkah tersebut adalah memperkuat cadangan devisa.
“Dalam menghadapi ketidakpastian di pasar keuangan global, pemerintah perlu menjaga cadangan devisa yang kuat untuk mengantisipasi volatilitas nilai tukar rupiah. Intervensi yang tepat di pasar valuta asing akan membantu menjaga stabilitas nilai tukar dan mencegah depresiasi yang terlalu tajam,” jelas Achmad.
Selain itu, Achmad menilai bahwa Indonesia juga harus meningkatkan diplomasi energi dengan negara-negara penghasil minyak non-Timur Tengah, seperti Rusia, Kanada, dan Amerika Latin, untuk memastikan pasokan energi yang stabil.
KENAIKAN HARGA
Dampak dari konflik tersebut dapat menjalar melalui harga pangan selain energi, yang pasti ketidakpastian ekonomi yang mungkin terjadi akibat eskalasi konflik.
“Indonesia, sebagai negara pengimpor minyak, akan sangat rentan terhadap fluktuasi harga ini,” jelas Achmad saat dihubungi oleh Disway.Id pada Sabtu 5 Oktober 2024.
“Saat harga minyak naik, biaya impor energi juga akan meningkat, yang pada akhirnya membebani anggaran negara,” paparnya.
Achmad menambahkan bahwa akan ada kemungkinan dimana Pemerintah akan terpaksa menaikkan harga bahan bakar dalam negeri, yang berujung pada peningkatan biaya transportasi dan produksi.
“Dampak langsungnya adalah inflasi yang lebih tinggi, yang dapat menggerus daya beli masyarakat dan memperlambat pertumbuhan ekonomi,” pungkas Achmad.
Selain itu, ketegangan antara Israel dan Iran juga dapat memengaruhi harga komoditas pangan.
Hal ini dikarenakan banyak negara di Timur Tengah yang mengimpor bahan pangan dalam jumlah besar dari negara-negara produsen, termasuk Rusia dan Ukraina.
“Dengan adanya ketidakstabilan di kawasan, pasokan komoditas pangan bisa terganggu, yang kemudian akan berdampak pada kenaikan harga pangan di pasar internasional,” terang Achmad.
Masih dengan Achmad, Indonesia yang juga mengimpor sebagian besar bahan pangan seperti gandum, gula, dan kedelai, akan terpapar oleh fluktuasi harga ini.
Menurut Achmad, jika ketegangan antara Israel dan Iran berkepanjangan, maka Indonesia dapat mengalami inflasi yang lebih tinggi, defisit transaksi berjalan yang semakin besar, dan peerlambatan pertumbuhan ekonomi.
Lonjakan harga bahan bakar dan pangan juga akan memperburuk kesejahteraan masyarakat, terutama bagi kelompok rentan.Selain itu, volatilitas di pasar keuangan global bisa mengganggu stabilitas ekonomi domestik, memicu penurunan nilai rupiah, dan memperlambat laju investasi.
Dalam jangka panjang, ketahanan energi dan pangan akan menjadi faktor kunci dalam menjaga stabilitas ekonomi Indonesia. (DISWAY.ID/ARIE)