Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menjadi perbincangan hangat, kebijakan tersebut dianggap memberatkan karyawan jika diberlakukan.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto mengatakan bahwa pihaknya bakal melakukan evaluasi terkait Peraturan Pemerintah terkait Kebijakan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Tidak hanya itu, bahkan dia juga akan berkoordinasi lebih lanjut dengan pihak terkait salah satunya Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat (PUPR). “Tentu (evaluasi) kan ini nanti dicek ke pak Menteri PUPR,” ujar Airlangga Hartarto saat ditemui di Hotel St Regis, Jakarta Selatan, Rabu, 29 Mei 2024.
Adapun kebijakan iuran Tapera sendiri, mendapatkan banyak kritikan dan penolakan dari para pengusaha. Mereka merasa dirugikan dengan adanya kebijakan tersebut. Oleh sebab itu, Airlangga Hartarto menegaskan bahwa pihaknya masih perlu mengecek terlebih dahulu bersama dengan pihak terkait.
“Nanti dicek dengan kementerian terkait, (dalam waktu) tidak lamalah,” imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono memastikan uang tabungan perumahan rakyat (tapera) tidak akan menjadi uang hilang. Dan uang tersebut nantinya untuk pembiayaan anggota membeli rumah.
“Jadi bukan uang hilang, ada jaminan hari tua, ada ini, ada itu, tapi itu bukan uang hilang,” kata Basuki di Jakarta, Selasa, 28 Mei 2024.
Menurutnya, melalui program ini masyarakat yang terdaftar bisa memanfaatkannya sebagai bantalan ekonomi guna memiliki rumah. Lebih lanjut menurut dia, program Tapera sudah dibentuk sejak lima tahun yang lalu.
Dipastikannya, dengan adanya iuran Tapera ini, akan memberikan dampak positif terhadap pekerja swasta, salah satunya mendapatkan kemudahan dalam membeli rumah.
“Dia bisa beli rumah. Kalau ASN sudah ada, kalau ASN sudah dipotong langsung (gajinya), ini hanya untuk yang pegawai swasta diikutkan Tapera sehingga dia ikut dalam Program,” kata Basuki.
Presiden Jokowi sudah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Dalam aturan tersebut mengatur tentang pemotongan gaji, upah atau penghasilan para pekerja Indonesia untuk simpanan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Klasifikasi kelompok yang wajib mengikuti program ini yakni ASN, TNI, POLRI, pekerja BUMN/BUMD, serta pekerja swasta. Pemberlakukan pemotongan gaji untuk simpanan Tapera ini pun berlaku sejak tanggal diundangkan yaitu 20 Mei 2024.
Dana Tapera yang akan ditarik setiap bulannya adalah sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri.
Khusus untuk peserta pekerja, simpanan ini ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen. Dengan demikian, setiap pekerja akan mengalami pemotongan gaji yang harus disetorkan ke dana Tapera.
Untuk para buruh di Kalimantan Timur, Pemerintah Provinsi telah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang berlaku mulai 1 Januari 2024 sebesar Rp 3.360.858. Penetapan UMP Kaltim 2024 ini tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur Kalimantan Timur Nomor 100.3.3.2/K.814/2023 tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2024.
Berdasarkan tarif Tapera, mari kita hitung berapa potongan gaji yang harus ditanggung buruh di Kaltim untuk Tapera. Dengan asumsi UMP Kaltim sebesar Rp 3.360.858 dan tarif simpanan Tapera sebesar 3 persen dari UMP, maka iuran yang dikenakan kepada setiap pekerja adalah Rp 100.825,74 per bulan.
Dari jumlah tersebut, pekerja hanya perlu menanggung 2,5 persen, sementara 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja. Artinya, pekerja harus menanggung sebesar Rp 84.021,45 per bulan. Sedangkan pemberi kerja menanggung Tapera setiap pekerja sebesar Rp 16.804,29 per bulan
Presiden Jokowi mengakui adanya kemungkinan pro dan kontra terhadap kebijakan ini. Ia membandingkannya dengan implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional yang juga sempat menuai kontroversi pada awal pelaksanaannya.
“Kalau belum memang biasanya ada pro kontra. Seperti dulu BPJS, yang di luar PBI juga ramai. Tapi setelah berjalan dan merasakan manfaatnya, pergi ke rumah sakit tak dipungut biaya, semua berjalan,” kata Jokowi saat menghadiri Pelantikan Pengurus GP Ansor 2024-2029 di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Senin (27/5).
Melalui kebijakan Tapera ini, pemerintah ingin agar masyarakat pekerja, termasuk buruh di Kaltim, bisa lebih mudah memiliki rumah sendiri.
Besaran Iuran Tapera untuk Peserta Pekerja Mandiri sebagaimana diatur oleh Pasal 15 ayat 5a yakni dasar perhitungan untuk menentukan perkalian besaran Simpanan Peserta Pekerja Mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung dari penghasilan yang dilaporkan.
Sedangkan iuran Peserta Pekerja Tapera dari BUMN hingga ASN diatur oleh instansi kementerian atau lembaga pemerintahan masing-masing.
BURUH MAU MAKAN APA?
Salah satu serikat buruh di Kaltim yang menolak atas PP tersebut yakni Serikat Buruh Borneo Indonesia (SBBI) Kaltim.
Ketua DPP SBBI Kaltim, Naseon Nadeak mengatakan kebijakan tersebut sangat tidak masuk akal, karena justru merugikan pihak buruh terutama di Kaltim.
“Kalau gaji buruh dipotong untuk program Tapera, terus dia makan apa?. Belum lagi biaya sekolah anaknya, belum lagi biaya yang lainnya,” kata Naseon Nadeak kepada media ini, Rabu (29/5/2024).
Menurutnya, jika memang kebijakan tersebut tetap dipaksakan untuk diterapkan, maka perlu ada klasifikasi bagi pekerja yang ikut program tersebut.
Klasifikasi yang dimaksud seperti misalkan, disesuaikan dengan nominal pendapatan dari setiap pekerja atau buruh.
Ia mengaku, buruh di Kaltim, selama ini sebagian besar hanya menerima upah sesuai dengan nominal Upah Minimum Provinsi (UMP) saja. Bahkan masih banyak juga buruh yang menerima upah dibawah UMP yang ditetapkan pemerintah.
“Jadi perlu ada klasifikasinya. Bagi yang biaya hidup sehari-harinya merasa cukup mungkin tidak bermasalah dengan kebijakan itu, tapi yang pendapatannya pas-pasan saja, tentu ini menjadi berat,” ujarnya.
Kebijakan tersebut, kata dia, sangat tidak tepat dan tidak relevan. Tanpa adanya kebijakan tersebut pun pekerja bisa melakukan tabungan secara mandiri.
Ia menduga bahwa, diterbitkannya peraturan tersebut tentu mempunyai maksud tertentu dari pemerintah.
Tapi dengan berdalih bahwa upah pekerja yang dipotong itu untuk program Tapera. “Saya menduga ini ada maksud tertentu. Jadi mereka kumpul uang ini dari setiap pekerja untuk kepentingan negara. Tapi dengan dalih untuk kepentingan perumahan. Bayangkan satu bulan kalikan jumlah potongan itu dengan jumlah pekerja se-Indonesia. Itu paling digunakan untuk kepentingan negara,” tuturnya.
Sebagai informasi, Salah satu isi dari beleid yang menjadi sorotan ialah pemotongan gaji para pekerja, termasuk karyawan swasta dan pekerja mandiri, sebesar 3 persen per bulan untuk menyetor iuran peserta Tapera.
Besaran iuran itu, dibayarkan dengan rincian 0,5 persen dibayar oleh pemberi kerja dan 2,5 persen ditanggung oleh pekerja sendiri.
Namun, khusus untuk pekerja mandiri dibayarkan secara mandiri. Berdasarkan Pasal 68 PP Nomor 25 tahun 2020, tertulis bahwa pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerja kepada Badan Pengelola Tapera paling lambat tujuh tahun sejak tanggal berlakunya peraturan tersebut.
Artinya, pendaftaran kepesertaan Tapera, termasuk pemotongan gaji pekerja dan wajib dilakukan paling lambat tahun 2027.
Kemudian, untuk tanggal penyetorannya juga diatur dalam PP Nomor 25 tahun 2020 pasal 20, yakni pemberi kerja dan pekerja mandiri wajib membayar simpanan dana Tapera setiap bulan sebelum tanggal 10 bulan berikutnya.
Apabila tanggal 10 merupakan hari libur maka, dana Tapera dibayarkan pada hari kerja pertama setelah hari libur.(disway.id/arie)












