Pemerintah berikan bantuan beras 10 kg selama 2 bulan, serta diskon listrik mulai Januari 2025. Dampak dari kenaikan pajak 12 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menkoperekonomian) Airlangga Hartanto menjelaskan, bantuan tersebut diberikan dalam rangka mengurangi beban ekonomi rumah tangga, menyusul kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen.
“Pemerintah akan memberikan bantuan pangan dan beras bagi desil 1 dan 2, sebesar 10 kg per bulan,” kata Airlangga dalam konferensi pers paket kebijakan ekonomi, di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin, 16 Desember 2024.
“Bantuan pangan ini akan diberikan selama 2 bulan,” imbuhnya.
Selain itu, pemerintah juga akan memberikan diskon listrik sebesar 50 persen bagi masyarakat selama 2 bulan terhitung sejak Januari 2025. “Kemudian untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga dan daya listrik terpasang, di bawah atau sampai dengan 2.200 volt ampere, diberikan biaya diskon sebanyak 50 pesen untuk 2 bulan,” ujar Airlangga.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut kebijakan tersebut akan dirasakan oleh 81,4 juta rumah tangga. Jumlah tersebut mencakup 97 persen pelanggan PLN.
“81,4 juta rumah tangga atau pelanggan, ini 97 persen dari pelanggan PLN masuk kategori ini, dan mereka dapat diskon tarif listrik 50 persen lebih murah selama dua bulan,” jelas Sri Mulyani.
Selain itu, untuk meringankan beban masyarakat dalam menghadapi kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen nantinya, Sri Mulyani Indrawati mengumumkan, bahwa Pemerintah akan membebaskan pemberian tarif PPN 12 persen untuk sejumlah besar barang pokok.
Dalam keterangannya, Menkeu Sri Mulyani menjelaskan bahwa pembebasan tarif PPN 12 persen akan diberlakukan kepada barang-barang yang memengaruhi hajat hidup banyak orang.
“Tadi telah disampaikan oleh Pak Menko, beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, segar, bahkan jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa transportasi dan berbagai macam barang dan jasa seperti rumah sederhana, dan air minum.
“Total dari barang dan jasa tadi yang tidak membayar PPN, PPN-nya ditanggung Pemerintah,” jelas Menkeu Sri Mulyani dalam keterangan resminya pada hari yang sama.
“Seharusnya mereka membayar PPN sesuai dengan barang dan jasa yang lain. Tapi karena pemerintah di PPN dalam hal ini memberikan keberpihakan, mereka dibebaskan PPN-nya.
“Maka pemerintah yang membayar biayanya mencapai diestimasi Rp 265,6 triliun, agar masyarakat terbebas dari PPN untuk barang-barang yang di kebutuhan tersebut,” lanjutnya.
Selain itu, Sri Mulyani menambahkan, Pemerintah juga akan menjalankan rancangan Desain Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan, yang bertujuan untuk mendukung agar sektor-sektor produktif, yaitu di bawah kementerian Perindustrian dan Kementerian Perumahan, dapat meningkat kegiatannya.
“Nah, desain paket kebijakan ekonomi ini adalah mencoba untuk selengkap mungkin. Kami dalam hal ini untuk mendesain paket stimulus ini mempertimbangkan secara seimbang sisi permintaan terutama kelompok menengah ke bawah, yang tetap dimaksimalkan untuk dilindungi, perlindungannya dan bahkan bantuanya,” jelas Menkeu Sri Mulyani.
Ditambahkan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga mengungkapkan bahwa pemberian stimulus atau paket kebijakan ekonomi untuk para masyarakat berpenghasilan rendah juga ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama untuk kebutuhan pokok dan secara khusus.
“Dengan penerapan PPN 12 persen tersebut, Pemerintah memberikan stimulus ataupun paket kebijakan ekonomi bagi rumah tangga berpendapatan rendah, itu PPN ditanggung pemerintah 1 persen.
“1 persen untuk barang kebutuhan pokok dan penting, gula industri. Jadi, masing-masing tetap di 6 persen, yang 1 persen ditanggung pemerintah,” jelas Menko Airlangga.
Sementara itu, Desain Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan ini nantinya akan menyasar kepada kelompok-kelompok seperti Rumah Tangga, Pekerja, UMKM, Industri Padat Karya, Mobil listrik dan Hybrid, serta Sektor perumahan.(disway.id/arie)