Perubahan iklim mengancam dunia salah satunya terkait pasokan air bersih.
Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri, Tri Tharyat empat hal konkret yang hendak dicapai Indonesia dalam ajang World Water Forum ke-10. Ia menjelaskan masalah terbesar air itu ketika air terlalu banyak atau air terlalu sedikit.
“Situasi saat ini sangat parah dengan perubahan iklim dan juga terkait dengan konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia. Serta populasi yang bertambah dan urbanisasi yang tidak terkendali,” ungkap Tri pada Konferensi Pers di Forum Merdeka Barat 9.
Berdasarkan laporan dari United Nations (UN) Water, setengah populasi dunia saat ini mengalami masalah serius dengan ketersediaan air.
“Dari sisi angka secara spesifik pada 2022, sebanyak 2,2 miliar orang hidup tanpa akses air minum yang dikelola secara baik dan benar. Sedangkan, sebanyak 3,5 miliar orang kekurangan sanitasi yang dikelola secara aman,” ujarnya.
Tri juga mengungkapkan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengagungkan pentingnya ‘Water for Shared Prosperety’ atau air untuk kesejahteraan bersama yang sekaligus menjadi tema pada ajang World Water Forum ke 10.
Selain itu, Ia juga memaparkan setidaknya ada empat hal konkret yang akan didapatkan Indonesia melalui hydro diplomacy, seperti penetapan hari danau sedunia.
“Pertama, terhadap penetapan hari danau sedunia ini kita sudah lakukan lobi di berbagai kesempatan, termasuk PBB karena deklarasi hari internasional ini kita dorong untuk bisa disahkan di semester kedua tahun ini di New York,” papar Tri.
Kemudian, sebagai negara kepulauan, Indonesia hendak mencapai suatu konsep pengelolaan sumber daya air secara terintegrasi di pulau-pulau kecil. Ketiga, ada penetapan rancangan terkait isu ketahanan air dan iklim.
“Keempat, untuk pertama kalinya dalam pertemuan World Water Forum di Bali akan meluncurkan satu ringkasan dari proyek-proyek yang konkret yang saat ini tengah dikurasi oleh pemerintah Indonesia,” tukasnya.
Nantinya ajang World Water Forum akan diselenggarakan pada 18-25 Mei 2024 di Bali. Forum ini melibatkan 172 negara di dunia yang akan membahas persoalan tentang potensi sumber daya air di dunia.
Di Indonesia, sumber daya air tidak hanya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti pertanian hingga pariwisata, tetapi juga lekat dengan kehidupan spiritual dan kultural.
Menurut pemberitaan Disway sebelumnya, pertemuan World Water Forum ini berlangsung dengan tiga pendekatan yakni Thematic Process, yaitu memberikan landasan substantif pada isu atau permasalahan air, Regional Process yaitu memberikan perspektif tentang air dari semua region, serta Political Process yang menyediakan platform untuk berdiskusi dengan pemangku kepentingan.
BALI PERCONTOHAN
Pengelolaan air tradisional menjadi salah satu hal yang nantinya akan diperkenalkan oleh Indonesia di ajang World Water Forum (WWF) ke 10 di Bali. Tri Tharyat mengatakan langkah tersebut merupakan wujud diplomasi air atau hydro diplomacy Indonesia untuk mengetahui pentingnya menjaga sumber daya air dunia.
“Dalam agenda tersebut, kita ingin berbagi mengenai nilai-nilai tradisional, terutama yang dimiliki Provinsi Bali, dalam penanganan air, contohnya Subak yang telah diakui UNESCO sebagai warisan dunia,” ujarnya.
Tri juga menjelaskan, Indonesia turut memperkenalkan upacara tradisional pemurnian air Bali kepada para peserta event ini, sehingga akan dapat memperkaya tata Kelola air dan pengairan.
“Nanti juga aka nada acara di mana semua peserta akan diundang untuk mengikuti upacara Hindu Bali terkait pemurnian air yang tentunya menarik untuk diikuti,” ungkapnya.
Ia juga menyebut, bahwa Indonesia akan memanfaatkan momen ini untuk praktik tentang ketahanan sumber daya air, salah satunya lahan basah. “Melalui kerja sama dengan konvensi yang menangani lahan basah, kita akan menyelenggarakan beberapa kegiatan terkait isu lahan basah,” kata Tri.(disway.id/arie)












