Kerusakan lingkungan di Kalimantan Timur (Kaltim), harus menjadi perhatian bersama, agar tak menjadi bom waktu. DPRD Kaltim mendorong semua pemangku kepentingan, bersama-sama berbenah. Itu dilakukan, untuk menghindari bencana ekologis.
—————————————————————–
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Andi Satya Adi Saputra, mengingatkan ancaman serius bencana ekologis di Kalimantan Timur seiring tingginya angka deforestasi yang mencapai sekitar 44.000 hektare. Kerusakan hutan dalam skala luas tersebut dinilai dapat memperbesar risiko bencana hidrometeorologi, terutama jika wilayah ini mengalami curah hujan ekstrem seperti yang belakangan terjadi di sejumlah provinsi di Sumatera.
Peringatan itu disampaikan Andi Satya usai rapat kerja Komisi IV DPRD Kaltim bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalimantan Timur. Dalam rapat tersebut, DPRD secara khusus mengevaluasi keterkaitan antara degradasi lingkungan, kebijakan pemanfaatan lahan, dan kesiapsiagaan daerah menghadapi potensi bencana.
“Dalam rapat tadi kita tekankan bahwa persoalan utama yang terjadi di Sumatera itu tidak bisa dilepaskan dari deforestasi. Dan ironisnya, data menunjukkan bahwa provinsi dengan deforestasi tertinggi justru Kalimantan Timur, dengan luasan mencapai 44.000 hektare,”ujar Andi Satya.
Lanjutnya, hutan memiliki peran penting sebagai penyangga ekosistem, terutama dalam mengendalikan tata air dan menahan limpasan saat hujan deras. Ketika tutupan hutan terus berkurang, daya dukung lingkungan pun melemah, sehingga risiko banjir dan longsor meningkat secara signifikan.
Andi Satya menilai, ancaman tersebut tidak bersifat hipotetis. Menurutnya, jika Kalimantan Timur mengalami curah hujan dengan intensitas dan durasi yang sama seperti yang melanda Sumatera, potensi terjadinya bencana besar sangat terbuka.
“Kalau curah hujan yang sama begitu lebatnya terjadi di Kalimantan Timur, sangat mungkin bencana yang terjadi di Sumatera itu juga terjadi di daerah kita. Karena itu, kita tidak bisa menganggap ini sebagai sesuatu yang jauh dari kemungkinan,”katanya.
Atas dasar itu, DPRD Kaltim menekankan pentingnya kesiapsiagaan sejak dini, tidak hanya dalam konteks penanganan darurat, tetapi juga pencegahan melalui kebijakan lingkungan yang berkelanjutan. Salah satu poin yang secara tegas disampaikan Komisi IV adalah keharusan melakukan reforestasi terhadap lahan-lahan terbuka akibat deforestasi.
“Kita minta ada komitmen yang jelas. Lahan terbuka seluas 44.000 hektare itu harus ada reforestasinya. Penanaman kembali hutan ini bukan pilihan, tapi keharusan,”tegas Andi Satya.
Ia menambahkan, upaya reforestasi harus dilakukan secara terencana dan berkelanjutan, bukan sekadar kegiatan seremonial. Rehabilitasi hutan, menurutnya, harus benar-benar mampu mengembalikan fungsi ekologis kawasan yang telah terdegradasi.
Andi Satya juga meluruskan anggapan bahwa deforestasi di Kalimantan Timur saat ini masih didominasi oleh aktivitas penebangan kayu. Menurutnya, kondisi di lapangan menunjukkan perubahan pola penyebab kerusakan hutan.
“Kalau sekarang, persoalannya bukan lagi penebangan hutan seperti dulu. Perusahaan kayu sudah tidak terlalu dominan. Dua penyebab utama deforestasi di Kaltim itu adalah perkebunan sawit dan pertambangan,”ungkapnya.
Ekspansi perkebunan kelapa sawit dan aktivitas pertambangan telah mendorong alih fungsi lahan dalam skala besar. Dampaknya tidak hanya pada hilangnya tutupan hutan, tetapi juga pada perubahan bentang alam yang memengaruhi sistem hidrologi kawasan.
Andi Satya menilai, persoalan tersebut tidak bisa diselesaikan hanya di tingkat daerah, karena kebijakan terkait sawit dan pertambangan sebagian besar berada di tangan pemerintah pusat. Oleh karena itu, Ia berharap bencana yang terjadi di Sumatera dapat menjadi momentum evaluasi bersama.
“Dua sektor ini sangat terkait dengan kebijakan di pusat. Mudah-mudahan dengan adanya bencana di Sumatera, semua pihak bisa introspeksi, termasuk pemerintah pusat, agar persoalan ini dilihat secara menyeluruh dan tidak terulang di daerah lain,”ujarnya.
Ia menegaskan, Kalimantan Timur tidak boleh menunggu sampai bencana besar terjadi baru kemudian melakukan pembenahan. Menurutnya, langkah pencegahan harus menjadi fokus utama agar pembangunan ekonomi tidak mengorbankan keselamatan lingkungan dan masyarakat.
“Ini bukan soal menghambat pembangunan, tapi bagaimana pembangunan itu tetap memperhatikan daya dukung lingkungan. Kalau tidak, risiko bencana akan terus mengintai,”kata Andi Satya.
Komisi IV DPRD Kaltim, lanjutnya, akan terus mendorong penguatan kebijakan lingkungan, termasuk pengawasan terhadap pemanfaatan lahan, serta memastikan program rehabilitasi hutan berjalan sejalan dengan upaya mitigasi bencana.
Dengan luasnya wilayah Kalimantan Timur dan semakin tingginya tekanan terhadap lingkungan, DPRD berharap seluruh pemangku kepentingan, baik di daerah maupun pusat, dapat mengambil pelajaran dari bencana yang terjadi di wilayah lain. Tujuannya agar Kalimantan Timur tidak mengalami tragedi serupa akibat kerusakan lingkungan yang dibiarkan berlarut-larut. (MAYANG/ARIE)












