Ada Risiko Gagal Bayar

Bila Koperasi Merah Putih Tidak Dikelola secara Profesional

Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Tanjung Redeb, Viera Martina Rachmawati. (Azwini/Disway Kaltim)

PROGRAM Koperasi Merah Putih (KMP) mulai digulirkan di Kabupaten Berau sebagai salah satu agenda strategis nasional untuk memperkuat ekonomi desa. Namun, dibalik peluang besar yang ditawarkan, terdapat risiko serius apabila koperasi tidak dikelola dengan profesional.

Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Tanjung Redeb, Viera Martina Rachmawati menegaskan, koperasi harus berjalan sesuai prinsip akuntabilitas karena dana yang dikelola bersumber dari publik.

“Kalau koperasi gagal mengelola, risikonya akan dibebankan kembali ke desa bahkan daerah. Karena itu aturan dan mekanisme harus dipatuhi,” ujarnya, Rabu (3/9/2025).

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2025, koperasi desa atau kelurahan dapat mengajukan pembiayaan hingga Rp3 miliar dengan tenor enam tahun. Skema ini bahkan memberi masa tenggang cicilan selama 6–8 bulan.

Namun, ia menegaskan fasilitas tersebut bukan tanpa konsekuensi. Jika koperasi gagal membayar pinjaman, pemerintah akan melakukan pemotongan otomatis dari transfer dana desa, Dana Alokasi Umum (DAU), maupun Dana Bagi Hasil (DBH).

“Pinjaman tetap harus dilunasi, meskipun koperasi berhenti beroperasi. Desa atau daerah yang akhirnya harus menutupinya,” tegasnya.

Menurut Viera, tantangan utama KMP bukan pada akses modal, melainkan kapasitas manajemen koperasi. Ia mengingatkan perlunya pemisahan yang tegas antara kewenangan pemerintah desa dan pengurus koperasi.

“Jangan sampai kepala desa sekaligus menjadi pengelola koperasi, karena ini rawan benturan kepentingan,” ujarnya.

Selain itu, koperasi harus mampu menyusun laporan keuangan berbasis akuntansi, mengelola aset secara transparan, hingga menjaga arus kas agar tetap sehat.

Dokumen seperti laporan posisi keuangan, laporan arus kas, dan perubahan modal juga menjadi syarat penting sebelum koperasi mendapat pembiayaan lanjutan dari perbankan maupun pemerintah. Viera menekankan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia menjadi kunci agar koperasi tidak salah urus. Karena itu, pelatihan intensif bagi pengurus sangat diperlukan untuk mencegah kesalahan tata kelola.

“Pengurus harus paham standar akuntansi dan bisa membuat laporan keuangan yang bisa dipertanggungjawabkan. Itu dasar bagi keberlanjutan koperasi,” pungkasnya. (MAULIDIA AZWINI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *