PENINGKATAN arus migrasi ke Kabupaten Berau kembali memunculkan persoalan sosial, terutama terkait pendatang yang datang tanpa identitas resmi dan berakhir dalam kondisi terlantar.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Berau, Iswahyudi, menyampaikan bahwa banyak pendatang tiba secara mandiri tanpa persiapan administratif maupun jaminan hidup. Hal ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah daerah dalam memberikan layanan sosial secara cepat dan tepat.
“Mereka datang atas kemauan sendiri. Tapi saat dalam kondisi darurat, pemerintah tetap harus hadir, apalagi jika menyangkut keselamatan jiwa,” ujar Iswahyudi, Kamis (22/5/2025).
Ia menegaskan bahwa akses terhadap bantuan sosial di Berau terbuka bagi siapa saja, asalkan melalui jalur yang sesuai prosedur. Salah satu langkah awal yang disarankan adalah melapor ke ketua RT setempat untuk mengurus identitas kependudukan.
“RT bisa membantu proses administrasi agar pendatang tercatat secara legal,” jelasnya.
Lebih lanjut, Iswahyudi mendorong pendatang yang berniat menetap untuk bersedia mengurus pindah domisili. Hal ini diperlukan agar data mereka dapat disinkronkan dengan sistem layanan kesehatan seperti BPJS.
“Kita bantu prosesnya, tapi tetap berdasarkan kesediaan masing-masing. Tidak bisa dipaksakan,” tegasnya.
Meskipun pemerintah membuka akses bantuan sosial seluas-luasnya, Iswahyudi menekankan bahwa semua harus melalui mekanisme resmi guna memastikan bantuan tepat sasaran dan mencegah penyalahgunaan.
“Kita tidak ingin ada bantuan yang dimanfaatkan oleh pihak yang tidak berhak. Maka prosedur harus ditegakkan,” katanya.
Sebagai langkah kolaboratif, Dinsos Berau juga menjalin kerja sama dengan berbagai organisasi kedaerahan seperti Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) dan Ikatan Keluarga Paguyuban Pasundan (Ika Pakarti). Tujuannya untuk memperkuat jaringan bantuan dan mempercepat respons dalam situasi darurat.
“Melibatkan komunitas lokal bisa memperkuat solidaritas. Ini bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga tanggung jawab sosial bersama,” tutup Iswahyudi. (RIZAL)