Terus Dipersoalkan

TNI Masuk Kampus

Isu terkait militer masuk kampus terus berkembang, bahkan kian panas. Kementerian ikut menanggapi, dan berbicara soal kebebasan.

Koordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia (BEM SI), Herianto, menolak normalisasi militerisme di lingkungan akademik. Menurut Herianto, kehadiran militer di kampus berpotensi menekan ruang kritis mahasiswa dan membatasi kebebasan berpikir.

Ia menyebut langkah ini tidak relevan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan justru menciptakan iklim ketakutan.

“Ketika militer masuk kampus, yang terancam bukan hanya mahasiswa, tapi juga masa depan pendidikan kritis dan demokratis di Indonesia,” ujarnya, Kamis 24 April 2025.

Isu ini muncul setelah pengesahan revisi UU TNI yang memperluas peran militer di ranah sipil. Herianto menyatakan bahwa kampus seharusnya menjadi ruang bebas untuk diskusi dan ekspresi, bukan tempat intervensi kekuasaan.

Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto menanggapi isu Tentara Nasional Indonesia (TNI) masuk kampus, yang dikhawatirkan dapat merenggut kebebasan akademik.

Menurutnya, kampus merupakan tempat yang terbuka untuk semua, termasuk TNI, dalam konteks pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Dalam konteks kerja sama penelitian, kerja sama kuliah akademik, mengisi materi, dan sebagainya, tentu kampus adalah tempat yang terbuka dan sudah banyak berjalan,” kata Brian kepada awak media di Kompleks Parlemen, Jakarta, 23 April 2025.

Ia menyebut bahwa kemitraan dengan pihak eksternal, termasuk TNI sebenarnya sudah lama berjalan. “Sebenarnya beberapa mitra-mitra kampus, tidak hanya dari TNI, juga dari kalangan industri, dari kalangan profesional lainnya, itu tentu bisa terlibat dalam proses pengajaran dan yang juga tidak kalah penting dalam proses penelitian-penelitian,” tandasnya.

Sehingga ia menegaskan, bahwa kampus terbuka atas kerja sama dengan pihak lain, termasuk TNI dalam konteks riset dan inovasi. “Karena justru dengan keterbukaan, dengan kerja sama berbagai pihak, permasalahan-permasalahan, untuk riset inovasi itu menjadi lebih luas,” terangnya.

Dengan demikian, Brian selaku menteri yang membidangi pendidikan tinggi dan pengembangan iptek mengharapkan, produk-produk inovasi yang dihasilkan berkualitas lebih baik.Ia mencontohkan kerja sama antara kampus dengan industri senjata Pindad yang berkaitan dengan kebutuhan ketahanan militer.

“Misalnya kami dengan Pindad, itu kan industri angkatan (militer) juga, industri senjata, tentu itu kaitannya dengan TNI dan sebagainya, itu kami bekerja sama untuk menemukan berbagai hal kaitannya dengan kemandirian industri, industri senjata atau industri untuk mendukung pelaksanaan pertahanan di Indonesia. Jadi secara itu tidak ada masalah,” paparnya.

Tak hanya itu, Brian menyebut bahwa bidang pertahanan memerlukan terobosan-terobosan teknologi yang secara akademis memang banyak dikembangkan di perguruan tinggi.

“Banyak sekali kebutuhan-kebutuhan untuk pertahanan kita yang di daerah-daerah terluar, itu membutuhkan terobosan-terobosan teknologi.”

“Dalam konteks akademik, dalam konteks riset, itu secara luas setiap universitas tidak sedikit yang sudah melakukan (kerja sama) dengan berbagai mitra, tidak hanya dengan TNI”.

“Tentu beberapa dari kampus yang melakukan kerja sama akademik, kerja sama riset, inovasi, itu berasal dari kalangan militer,” pungkasnya.

Namun bagi sebagian mahasiswa, kehadiran militer tetap menjadi isu sensitif. BEM SI menyerukan agar pemerintah memastikan tidak ada upaya membungkam suara kritis di kampus dengan dalih kolaborasi.(disway.id/arie)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *