Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) di Bumi Batiwakkal, kerap kali diduga digarap tanpa izin. Tentu, pidana menanti bagi penggarapnya. Beberapa kasus sudah terjadi di Berau.
BERDASARKAN Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pengelolaan lahan Kawasan kehutanan harus sesuai dengan status Kawasan yang telah ditetapkan undang-undang. Sehingga pelaku penyalahgunaan lahan dapat dijerat degan hukum pidana.
Itu ditegaskan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Berau, AKP Ardian Rahayu Priatna. Disebutkannya, di Kabupaten Berau selama tiga tahun terakhir sedikitnya terdapat satu kasus penggunaan Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) tanpa izin yang terungkap.
“Tepatnya terjadi pada tahun 2022 di wilayah Kecamatan Sambaliung,” ucapnya.
Lahan KBK tersebut digunakan untuk membangun rumah, peternakan dan digunakan sebagai lahan pertanian oleh dua pelaku yang seharusnya tidak diperbolehkan.
Saat ini, diungkapkannya kedua pelaku sedang menjalani proses di persidangan. Namun, untuk tahun 2023 belum ada laporan atau kasus terkait penyalahgunaan lahan yang tidak sesuai dengan tujuannya atau melanggar hukum.
Lanjutnya, kasus yang pernah terjadi yakni keterlibatan dari salah satu mantan kepala kampung atas kasus penerbitan surat garapan di KBK. Bahkan yang bersangkutan telah divonis pidana penjara 2,6 tahun hingga denda miliaran rupiah.
Ardian mengimbau, kepada masyarakat agar bijak dalam mengelola lahan yang termasuk dalam lahan KBK, sehingga masyarakat tidak tersandung dengan proses hukum. Penindakan terhadap pelaku penggarapan lahan KBK juga akan dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan bisa terancam hukuman 10 tahun penjara, denda hingga Rp 1 miliar.
“Kami minta masyarakat berhati-hati, sehingga tidak bersinggungan dengan hukum,” tegasnya.
Selain 2 kasus tersebut, juga pernah terjadi di wilayah pesisir selatan Berau yang melibatkan aparatur kampung, karena penerbitan surat di lahan KBK.
Selain itu, dirinya meminta kepada masyarakat yang ingin melakukan pembukaan lahan, agar mempelajari status lahan yang akan dibuka terlebih dahulu, sembari tidak menggunakan metode pembakaran. Harapannya agar tidak terjadi malapetaka di kemudian hari.
“Saat ini Berau jadi wilayah kedua titik karhutla terbanyak di Kaltim, kita minta waspada,” tutur Ardian.
Sebagai informasi, lahan KBK adalah kawasan hutan yang dalam pemanfaatannya harus menggunakan izin khusus dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan (KLHK). Lahan KBK tidak dapat dimiliki siapapun, karena itu merupakan milik negara, status izinnya hanya pinjam pakai.
Kabupaten Berau memiliki wilayah geografis yang sangat luas. Sementara kawasan seluas 35.962 kilometer persegi terdiri dari wilayah Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) dan Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK).
Terpisah, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Berau, Dedi Riyanto mengatakan, salah satu kasus penyalahgunaan lahan KBK yang pernah ditangani Kejaksaan Negeri Berau, adalah kasus pengeluaran izin garapan di atas lahan KBK oleh salah satu kepala kampung berinisial B. Pelaku didakwa dengan Pasal 105 huruf b Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
“Dengan putusan hukuman penjara selama 2 tahun 6 bulan dan denda sebanyak Rp 1 miliar,” jelas Dedi.
Menurutnya, lahan yang berstatus KBK adalah tanah negara, sehingga tidak ada seorangpun memiliki wewenang di atasnya. Dedi mengimbau, masyarakat untuk tidak sembarangan menggunakan lahan berstatus KBK.
Demikian, masyarakat yang ingin memanfaatkan lahan KBK untuk berkoordinasi dan meminta izin terlebih dahuu dengan Dinas Kehutanan, sehingga kedepannya tidak terdapat risiko hukum yang mengintai.
“Semua yang berkaitan dengan aset negara dilakukan monitoring oleh Kejaksaan,” pungkasnya. (**/rama/arie)