Transisi energi melalui kebijakan biomassa Co-Firing, nampaknya masih harus melalui jalan panjang dan berliku. Tantangannya adalah kurangnya pasokan biomassa dari pemasok lokal, yang masih jauh dari target PLN.
Pemerintah Kota Balikpapan, melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan UPTD TPAS Manggar, berkolaborasi dengan PT PLN untuk mengelola sampah organik sebagai bahan bakar biomassa yang ramah lingkungan.
Dijelaskan pihak TPA Manggar, Harianto, kerja sama tersebut mencakup operasionalisasi mesin pengolah biomassa, bantuan renovasi fasilitas, dan integrasi dengan program penanganan sampah dari ruang terbuka hijau (RTH) di kota.
Dengan ini, sampah organik seperti ranting, daun, dan potongan kayu dari hasil pemangkasan rutin di Balikpapan kini dapat dimanfaatkan untuk mengurangi emisi karbon sekaligus mengurangi penumpukan sampah di TPAS.
PLN menghibahkan tiga mesin utama untuk pengolahan sampah organik, yang meliputi mesin pencacah kayu (woodchipper), pencacah daun, dan pencetak pellet. Mesin-mesin ini memainkan peran kunci dalam proses pengolahan biomassa di TPAS Manggar.
Sebelum program ini, fasilitas TPAS sebagian besar digunakan untuk pengolahan kompos, dan bangunan yang digunakan sempat mengalami kerusakan. LN turut memberikan bantuan perbaikan bangunan ini agar dapat digunakan kembali untuk pengolahan biomassa.
Dengan adanya mesin dan renovasi bangunan tersebut, TPAS Manggar kini mampu menghasilkan woodchip dari bahan-bahan organik yang bisa langsung dimanfaatkan sebagai bahan bakar biomassa bagi PLTU Teluk Balikpapan.
Dalam program ini, TPAS Manggar mengolah sekitar 5-10 ton biomassa per bulan, dengan sebagian besar bahan baku berasal dari limbah pohon dan kayu yang dikumpulkan dari RTH, pemangkasan pohon kota, dan penataan taman.
DLH memiliki unit kerja khusus yang menangani penataan RTH, termasuk pemangkasan dan penebangan pohon, yang rutin menghasilkan limbah organik dari berbagai titik di Balikpapan.
“Setiap hari, unit kerja ini mengirimkan sekitar 1-3 ton sampah organik ke TPAS Manggar, yang kemudian ditimbang sebelum diproses lebih lanjut,” jelas Harianto.
Setelah ditebang, kayu masih dalam kondisi basah dan beratnya bisa lebih tinggi, tetapi seiring proses pencacahan dan pengeringan, kadar airnya berkurang dan beratnya juga menyusut.
Limbah yang telah dikeringkan dan dicacah ini, yang kini lebih ringan, menjadi produk woodchip atau pellet yang bisa digunakan sebagai campuran bahan bakar di PLTU.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan biomassa sebagai bahan bakar tambahan, PLN telah menetapkan target bahwa setidaknya 3 persen dari total bahan bakar PLTU berasal dari biomassa, untuk mengurangi emisi karbon dan mengurangi ketergantungan pada batu bara.
Saat ini, PLTU Teluk Balikpapan membutuhkan sekitar 3.000 ton batu bara per hari, yang berarti pasokan biomassa sekitar 90 ton per hari diperlukan untuk mencapai target co-firing 3 persen tersebut.
Namun, hingga saat ini, TPAS Manggar belum mampu memenuhi kapasitas tersebut karena sumber biomassa terbatas pada limbah pohon dari pemangkasan dan penebangan rutin kota, yang produksinya fluktuatif dan terbatas pada kegiatan harian pemangkasan yang bukan dilakukan khusus untuk memenuhi target biomassa.
Meskipun demikian, upaya ini sudah cukup membantu mengurangi akumulasi sampah organik yang sebelumnya hanya akan ditimbun di TPAS.
DLH dan TPAS Manggar tetap berupaya optimal dengan kapasitas yang ada dan memastikan bahwa sampah organik dari ruang publik kota tidak terbuang sia-sia, melainkan diolah menjadi biomassa.
PLN, di sisi lain, mengizinkan pasokan tambahan dari sumber biomassa lain jika diperlukan.
Seiring permintaan biomassa yang terus meningkat, ada upaya untuk melibatkan berbagai pihak, termasuk kelompok masyarakat dan sektor swasta, dalam proses pengolahan dan penyediaan biomassa.
Salah satu pihak ketiga, yakni Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), kini terlibat dalam pengelolaan biomassa sebagai bagian dari program corporate social responsibility (CSR).
“KSM membantu menyediakan bahan baku dari luar sumber sampah DLH, yang mencakup kayu limbah dari lokasi lain atau hasil penebangan pohon, yang tidak diperjualbelikan sebagai kayu, melainkan diolah dari sampah atau limbah yang tidak memiliki nilai jual,” paparnya.
Kerja sama ini menguntungkan semua pihak, termasuk KSM yang mendapat tempat untuk mengumpulkan bahan baku. Di TPAS Manggar, pihak KSM menambah mesin pencacah mereka sendiri dan tenaga kerja, sehingga proses pengolahan bisa berlangsung lebih cepat dan lebih efisien.
Setelah biomassa siap, PLN membeli woodchip dan bahan bakar dari hasil olahan dengan harga yang ditentukan. Harga beli ini tidak tetap, tetapi mengikuti formula dari PLN yang mempertimbangkan harga pasar batu bara dalam tiga bulan terakhir serta nilai kalori yang dimiliki woodchip tersebut.
Proses sebelum pengiriman biomassa melibatkan pengujian laboratorium oleh PLN, yang mengambil sampel untuk memastikan bahwa produk woodchip dari TPAS Manggar memenuhi standar kalori, biasanya antara 3000-3500 kalori.
Jika memenuhi standar, maka biomassa tersebut dapat dikirim dan dihargai sesuai hitungan formula, tetapi jika kadar kalorinya di bawah standar, biomassa tidak akan diambil oleh PLN.
Sejauh ini, woodchip dari TPAS Manggar selalu lolos uji laboratorium dan memenuhi syarat,sehingga TPAS Manggar dapat mengirim pasokan secara teratur ke PLTU Teluk Balikpapan.
Agus Wahono, Direktur Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Balikpapan, menjelaskan bahwa target pasokan biomassa yang diharapkan PLTU masih belum tercapai.
Saat ini, PLTU menetapkan target 5000 ton per bulan, sementara KSM baru mampu memasok sekitar 10 ton per hari atau kurang dari 1000 ton per bulan.
“Ini disebabkan beberapa tantangan, termasuk kapasitas mesin yang belum optimal dalam menangani jenis kayu keras dan besar,” ucap Agus.
Dilanjutkan Agus, pemanfaatan kayu limbah di masyarakat juga belum sepenuhnya tersosialisasikan dengan baik. Masih banyak warga yang belum mengetahui bahwa semua jenis kayu tebangan dapat diolah sebagai biomassa.
Selain itu, rendahnya harga beli dari PLTU menjadi faktor lain yang menyebabkan keterbatasan suplai dari masyarakat.
Ia juga menjelaskan bahwa penjualan kayu ke PLTU memerlukan standar tertentu yang hanya bisa dipenuhi oleh perusahaan resmi, sehingga masyarakat tidak bisa langsung menjual kayu ke PLTU.
KSM memiliki lokasi di Teritip dan Kilometer 26 sebagai pusat kegiatan pengolahan biomassa. Saat ini, mereka bekerja sama dengan PLN, PLTU, dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk menjalankan program pemberdayaan.
Salah satu program yang sedang dikembangkan adalah pemanfaatan lahan tidur untuk menanam tanaman energi seperti Indigofera dan Lamtoro, yang dapat diolah menjadi biomassa.
Program ini masih dalam tahap identifikasi lahan-lahan tidur di Balikpapan dan sekitarnya, termasuk wilayah Penajam Paser Utara (PPU) dan Kutai Kartanegara (Kukar) yang dekat dengan Samboja.
Agus juga mengajak masyarakat untuk memanfaatkan kayu limbah tanpa harus membakarnya.
“Kami menawarkan opsi agar masyarakat membawa kayu limbah tersebut ke TPA untuk diolah, dan KSM akan membelinya dengan harga yang layak,” tutupnya.(salsa/bersambung/arie)