Para guru saat ini dilema dalam mendidik dan mendisiplinkan siswa yang bermasalah, lantaran takut berurusan dengan hukum. Dampaknya banyak kekerasan terjadi.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI MY Esti Wijayati menyoroti, bagaimana guru cenderung dibatasi dalam mendisiplinkan dan membimbing siswa di sekolah.Jadi, berdampak pada kurangnya pendidikan karakter dan berujung banyaknya kekerasan, serta bullying di lingkungan sekolah.
Padahal, guru merupakan elemen kunci dalam sistem pendidikan yang bertugas tidak hanya mengajar, tetapi juga membimbing dan membentuk karakter siswa melalui pengajaran nilai-nilai disiplin, tanggung jawab, serta etika.
Sayangnya, guru juga profesi yang rentan dikriminalisasi apabila model pembelajaran kurang sesuai dengan kehendak orang tua.
“Beban guru hari ini sangat berat dan banyak tantangan. Karena yang terjadi sekarang itu guru kurang punya power untuk memberikan pembinaan ke siswa dalam bentuk disiplin karena fenomena reaksi orang tua yang sedikit-sedikit membawa masalah ke ranah hukum,” ucap Esti dalam keterangannya, 25 Oktober 2024.
Jika setiap tindakan pendisiplinan yang diterapkan guru selalu menjadi sorotan dan dipertanyakan, lanjutnya, akan berdampak pada perkembangan moral generasi muda atau anak-anak Indonesia.
Lantas, siswa akan tidak memiliki rasa tanggung jawab karena merasa orang tua akan selalu membela meskipun anak melakukan kesalahan.
“Kalau orang tua melakukan intervensi terus, guru bisa merasa terancam dalam menjalankan tugasnya. Ini mengakibatkan kurangnya penerapan disiplin di kelas, yang pada akhirnya berdampak pada perkembangan moral dan tanggung jawab siswa itu sendiri,” jelas Esti.
Kemudian, karena takut dikriminalisasi, guru lantas kurang memberikan pendidikan disiplin kepada anak yang melakukan pelanggaran sehingga anak cenderung kurang hormat ataupun segan kepada guru.
“Termasuk kemudian banyak terjadi kasus kekerasan anak dan bullying di sekolah itu karena kurangnya pembinaan disiplin dari guru. Anak-anak pun jadi kurang menaruh rasa hormat atau keseganan pada guru mereka. Beda seperti zaman kita dulu,” sebutnya.
Sebaliknya, Esti menilai bahwa guru harus diberikan ruang dan perlindungan untuk mendisiplinkan dan membimbing siswa.
“Guru harus diberikan ruang untuk mendisiplinkan dan membimbing siswa, sementara siswa tetap mendapatkan perlindungan yang layak,” tukasnya.
Di sisi lain, politikus PDIP tersebut juga tak menampik adanya berbagai kasus kekerasan guru kepada anak muridnya.
Namun begitu, ia menegaskan bahwa tidak semua tindakan disiplin yang diterapppkan guru merupakan kekerasan sehingga tidak bisa disamaratakan.
“Kalau memang guru melakukan kekerasan ya memang harus dan wajib diproses hukum dan mendapat sanksi. Tapi saya mengajak semua masyarakat, khususnya wali murid, untuk mendukung proses pembinaan karakter yang dilakukan guru di sekolah demi perkembangan karakter anak-anak kita,” terang Esti.
Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah untuk membuat sistem pendidikan yang seimbang antara hak guru untuk mendisiplinkan siswa dan hak orang tua untuk melindungi anak-anak mereka.
Dalam hal ini, perlunya regulasi dan kebijakan pendidikan yang komprehensif sehingga dapat memastikan bahwa guru, siswa, dan orang tua bekerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih baik.
“Idealnya dalam mendidik anak-anak harus ada kolaborasi yang baik antara semua pihak, sekolah dalam hal ini guru, orang tua maupun lingkungan sekitar agar membentuk karakter anak yang baik. Karena masa depan Indonesia ada di anak-anak generasi penerus bangsa ini,” ucapnya.
Selain itu, ia juga mengingatkan kembali mengenai besarnya beban kerja, tanggung jawab, dan risiko yang dihadapi seorang guru sehingga menekankan pentingnya kesejahteraan guru.
“Sudahlah tugas dan bebannya berat, kesejahteraan guru itu masih kurang. Ini yang masih PR kita dan akan terus kami perjuangkan di DPR demi memastikan agar semua guru di Indonesia yang memiliki tugas mulia mendidik anak bangsa mendapatkan kesejahteraan dan kehidupan yang layak,” tutup Esti.(disway.id/arie)