Hasil Perolehan Suara Parpol di Pemilu
Partai politik (Parpol) kerap menjadi penentu pencalonan kepala daerah, meski demikian, di Pemilu 2024 ini diprediksi tidak akan menjadi patokan untuk ukuran meraup suara terbanyak.
Pengamat Politik Kaltim, Budiman mengatakan, kemenangan partai politik (parpol) dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) tidak selalu berbanding lurus terhadap hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kaltim 2024.
Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda ini mencontohkan, PDI-P yang menang dalam kontestasi Pileg secara nasional, faktanya justru kalah dalam kontestasi Pilpres.
“Loyalitas pemilih terhadap figur Caleg itu terkadang tidak berbanding lurus dengan Pilkada. Karena perjuangan dalam Pileg itu adalah perjuangan pribadi, rata-rata memang begitu,” kata Budiman kepada media ini, Selasa (26/3/2024).
Dalam kontestasi Pilkada, ungkap Budiman, pengaruh figur pasangan calon (Paslon) sangat menentukan kemenangan. Namun juga tak mengesampingkan kecukupan modal untuk mendulang suara pemilih.
“Untuk memenangkan kontestasi Pilkada maka modalnya uang. Pertanyaannya, apakah ada jaminan si A mau mengeluarkan uang untuk si B. Apakah yang memenangkan Pileg A mau mengeluarkan uang untuk calon gubernur B. Pasti kan tidak. Jadi menurut saya, kemenangan dalam Pileg tidak ada korelasi yang signifikan terhadap Pilkada, tapi lebih kepada figur paslonnya,” terangnya.
Sebagai informasi, berdasarkan hasil rekapitulasi KPU pada Pemilu 2024, Partai Golkar menjadi pemenang Pemilu Pileg 2024 di tingkat Provinsi Kaltim dengan meraih 512.660 suara dan berhak atas 15 kursi di DPRD Kaltim.
Posisi kedua ditempati Partai Gerindra yang meraih 342.752 suara dengan perolehan 10 kursi.
Ketiga ada PDI Perjuangan dengan raihan 322.075 suara dan berhak atas sembilan kursi di DPRD Kaltim.
Berkaitan dengan perolehan suara partai tersebut, Jika mengacu pada Pasal 40 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016, Partai Politik (Parpol) atau gabungan Parpol harus memiliki minimal 20 persen dari jumlah kursi DPRD, atau 25 persen akumulasi perolehan suara sah dalam Pileg 2024 bisa mengusung kandidat di Pilkada.
Sehingga dengan demikian, Partai Golkar adalah satu-satunya Parpol di DPRD Kaltim yang mampu mengusung calon gubernur di Pilgub Kaltim 2024 tanpa berkoalisi dengan Parpol lain.
Sebelumnya, Budiman menilai, sebenarnya banyak sekali figur pemimpin di Kaltim yang memiliki potensi untuk menjadi calon gubernur Kaltim.
Hanya saja, beberapa tokoh yang ada, kelihatannya belum ada yang berani menantang Isran Noor (Gubernur Kaltim periode 2018-2023).
Budiman menilai, para tokoh politik Kaltim saat ini masih banyak yang memilih bertahan di posisi masing-masing.
“Banyak pemimpin di Kaltim yang memilih bertahan di posisinya. Seperti Andi Harun, dia masih nyaman di Kota Samarinda, apalagi dengan konsep memajukan Kota Samarinda. Balikpapan juga demikian, Paser dan Kukar juga demikian, semua punya potensi,” kata Budiman kepada media ini, Senin (25/3/2024).
Namun demikian, Budiman mencermati fenomena menarik, yakni sebagian tokoh politik justru menargetkan posisi ‘kosong dua’ atau wakilnya Isran Noor.
“Saya melihat banyak calon pemimpin di Kaltim ini kalah duluan sebelum bertanding. Banyak fenomena figur yang ada, tokoh yang ada, orientasinya hanya mau jadi kosong duanya Pak Isran,” ujarnya.
Dosen Fisip Unmul ini berpendapat, fenomena tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh situasi Pemilihan legislatif (Pileg) yang telah dilaksanakan pada bulan Februari lalu. Terutama terkait adanya praktik money politik (politik uang) yang semakin brutal.
Jika berkaca dari Pileg tersebut maka, figur yang bersangkutan harus bisa mengumpulkan modal puluhan miliar bahkan ratusan miliar rupiah untuk memenangkan kontestasi Pilgub Kaltim.
“Bagi yang tidak punya modal dengan melihat situasi Pileg kemarin maka, dia akan mundur dengan sendirinya. Sehingga rasional cara berpikirnya, kalau mereka hanya berburu kosong dua saja,” tuturnya. (nomorsatukaltim.com/arie)












