Sembilan petani yang menjadi tersangka pengancaman terhadap pekerja proyek Bandara VVIP Ibu Kota Negara (IKN) akhirnya dilepas, setelah permohonan penangguhan penahanannya disetujui oleh Ditreskrimsus Polda Kalimantan Timur (Kaltim).
Para pekerja proyek mengaku diancam menggunakan senjata tajam (sajam) di areal pembangunan Bandara VVIP IKN sisi udara zona dua, di Kelurahan Pantai Lango, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).
“Sebanyak 9 tersangka yang dilaksanakan penangguhan penahanan yaitu AL (54), KR (39), RL(71), MH (26), PZ (48), RY (47), AS (33), DD (59), SHP (43) dan diberikan wajib lapor kepada penyidik,” kata Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Artanto, dilansir dari Antara, Minggu (2/3/2024).
Artanto menegaskan, proses hukum para tersangka tetap berlanjut meski penahanannya ditangguhkan.
Menurutnya, pengancaman menggunakan senjata tajam dan/atau membawa senjata tajam tanpa izin melanggar ketentuan Pasal 335 Ayat (1) ke 1 KUHP dan/atau Pasal 2 Ayat 1 UU Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951.
“Kami dari Polda Kaltim berkomitmen untuk menjaga keamanan, dan ketertiban di wilayahnya dengan menindaklanjuti kasus ini sesuai dengan hukum yang berlaku,” Ujar Artanto.
Aparat Kepolisian, kata Artanto, tidak akan berkompromi terhadap potensi ancaman keamanan di sekitar proyek strategis pembangunan IKN.
“(Kami) memastikan bahwa setiap tindakan melanggar hukum akan ditindaklanjuti dengan serius sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” tandas Kabid Humas Polda Kaltim itu.
Diberitakan sebelumnya, pada Selasa, 27 Februari 2024, sembilan petani di Penajam Paser Utara ditangkap oleh Polisi.
Salah satu keluarga petani yang ditangkap menyatakan, mereka hanya ingin membuka akses ke kebun mereka. Namun malah dituduh menghalangi jalannya pengerjaan proyek bandara.
Para petani yang ditangkap yakni, Antoni Lewi, Daud, Abdul Sahdan, Ramli, Kamarudin, Romy, Piter Jonkun, Muhammad Hamka, dan Sufyan Hadi Putra.
Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) mengecam tindakan penangkapan ini dan memohon penangguhan penahanan bagi para petani.
“Saya telah mengirim surat kepada Kapolda Kaltim meminta agar sembilan warga ini mendapatkan penangguhan penahanan. Saya bersedia menjadi penjamin,” kata Maret Samuel Sueken, Ketua Umum JPKP, pada Rabu (28/2/2024).
Maret menyatakan bahwa tuduhan ancaman oleh para petani tidak memiliki dasar yang kuat. Menurutnya, saat kejadian, para petani hanya membuka jalur untuk proses perhitungan ganti rugi tanaman di lahan yang mereka garap.
“Warga hanya membuka jalur, yang dilakukan dengan parang, tetapi disalahartikan sebagai ancaman. Padahal, mereka hanya membuka jalur di kebun untuk proses perhitungan ganti rugi tanaman di lahan yang mereka kelola,” tegas Maret.
Ia juga mengecam pemerintah karena terkesan tidak memperhatikan kepentingan warga. Pasalnya, tanaman milik warga masih ada di lahan yang sedang dikerjakan oleh operator, dan belum ada perhitungan mengenai ganti rugi.
“Jika didorong dengan alat berat, tanaman akan mati, padahal belum ada perhitungan. Hal ini menjadi penyebab kemarahan warga, sehingga terjadi perdebatan di lokasi tersebut,” tambahnya.
Selain itu, Maret juga mengungkapkan bahwa para petani yang tergabung dalam kelompok tani tersebut merasa kecewa, karena terdapat nama-nama warga yang bukan penggarap lahan, namun termasuk dalam daftar penerima ganti rugi tanam tumbuh. Ia menduga bahwa penangkapan para petani ini sebagai upaya kriminalisasi.(nomorsatukaltim.com)












