DI sebuah ruangan sederhana di dalam Rutan Kelas IIB Tanjung Redeb, beberapa warga binaan tampak tekun mencanting malam panas di atas lembaran kain putih. Garis demi garis mengalir dari tangan-tangan yang dulu pernah dibayangi masa kelam, namun kini menjadi harapan untuk menata kembali masa depan. Dari ruang serba terbatas inilah GAHARU (Galeri Hasil Rutan) lahir, sebuah wadah kreatif yang membuka harapan baru bagi para warga binaan.
Kepala Rutan Kelas IIB Tanjung Redeb, Yudhi Khairuddin, menceritakan kembali pengalaman pertamanya bertugas pada awal Juni lalu. Saat itu, ia mengamati aktivitas para warga binaan dan menemukan potensi besar yang selama ini belum mendapat ruang tumbuh.
“Saya melihat mereka ini luar biasa. Ada yang bisa melukis, ada yang terampil membuat kerajinan. Lalu kami coba gali, apakah Berau punya kekhasan yang bisa diangkat? Ternyata ada batik,” ujar Yudhi.
Menurutnya, kesempatan itu mulai terbuka ketika Rutan Tanjung Redeb menjalin kerja sama dengan sebuah pengusaha batik asal Berau, Putri Maluang yang bersedia menggelar pelatihan membatik bagi para warga binaan.
“Semua proses membatik dilakukan secara handmade, mulai dari mencanting, menjemur, mencelup warna, hingga mengunci warna agar tidak luntur,” jelasnya.
Dari kolaborasi tersebut, hadirlah GAHARU sebagai galeri yang menampilkan hasil karya warga binaan. Nama “GAHARU” dipilih sebagai simbol nilai dan harapan, terinspirasi dari kayu harum khas Kalimantan Timur yang semakin bernilai setelah melalui proses panjang, sebuah filosofi yang dianggap relevan dengan perjalanan pembinaan warga rutan.
“Kami percaya setiap karya mereka punya nilai. Seperti tanaman gaharu yang bisa tumbuh melampaui pohon lain, kami ingin mereka juga bisa tumbuh meski saat ini berada dalam keterbatasan,” kata Yudhi.
Hanya dalam waktu sebulan sejak pelatihan dimulai pada Juli lalu, batik GAHARU sudah mampu tampil di kancah nasional dalam ajang Indonesia Prison & Art Festival (IPPAFest) 2025. Bahkan, karya warga binaan Rutan Tanjung Redeb mencatat omzet penjualan tertinggi ketiga pada ajang tersebut.
“Ini bukti bahwa warga binaan bisa berkarya dan menghasilkan meski dari balik jeruji,” pungkasnya. (MAULIDIA AZWINI)












