Persoalan Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) Samarinda, tak kunjung usai meski sudah stop beroperasi. Terutama soal gaji karyawan.
———————
Puluhan mantan karyawan Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) Samarinda masih belum menerima kejelasan terkait pembayaran tunggakan gaji dan hak-hak mereka hingga awal September 2025. Mereka mengaku sudah berulang kali menunggu kepastian, namun janji manajemen rumah sakit tak kunjung terealisasi.
Mantan karyawan RSHD yang enggan disebutkan namanya, mengungkapkan, bahwa terakhir mendapat informasi dari pengacara rumah sakit pada 27 Agustus lalu. Saat itu, disebutkan bahwa sudah ada kabar baik terkait rencana masuknya pemodal baru. Namun hingga tenggat 29 Agustus, tidak ada kabar lanjutan.
“Benar. Jadi, kan, kemarin kami sudah nunggu sampai tanggal 29 Agustus enggak ada info sama sekali. Bahkan sampai hari ini pun kami juga enggak dapat info apa-apa dari pihak manajemen itu,” ujarnya, Sabtu (6/9/2025).
Ia menambahkan, upaya komunikasi dengan pengacara maupun manajemen rumah sakit juga sulit dilakukan. “Disnaker juga coba hubungi, enggak direspons sama kuasa hukum RSHD. Kami hubungi ke siapa-siapa malah diblokir,”tuturnya.
Mantan karyawan bersama perwakilan sudah mendatangi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim, untuk meminta tindak lanjut pada 1 September lalu.
Dari informasi terakhir, Disnaker kembali memanggil pihak RSHD pada Kamis, 4 September lalu. Namun, hingga kini, belum ada kabar pasti mengenai hasil pemanggilan tersebut. “Dari dinas sih infonya hari Kamis kemarin mau memanggil lagi untuk meminta kepastian pembayaran. Nah, cuma ini belum ada info,” kata mantan karyawan itu.
Menurutnya, para pekerja sebenarnya sudah cukup sabar menunggu sejak awal tahun ini. Mereka sempat optimistis saat manajemen berjanji akan membayar paling lambat Agustus.
“Ternyata enggak ditepati itu. Berbulan-bulan sudah kami sabar nunggu,” tambahnya.
Situasi ini membuat para mantan karyawan merasa berada di ruang hampa, di satu sisi berharap hak-hak mereka dipenuhi, di sisi lain mereka khawatir proses berlarut tanpa kepastian.
“Sebenarnya awalnya optimis sih. Kan kami awal menuntut sampai April. Nah sampai akhirnya muncul pengumuman di awal Mei itu kalau pembayaran paling lambat Agustus. Kami kasih kesempatan mereka cari uang, tapi tetap enggak ditepati,”ujarnya.
Sebagai informasi, total ada 57 mantan karyawan yang menuntut pembayaran hak, dengan jumlah karyawan keseluruhan diperkirakan lebih dari 100 orang. Hingga kini, belum ada satu pun yang menerima pembayaran.
Dalam penetapan Disnakertrans, baru tercatat soal upah lembur sebesar Rp 280 juta untuk 57 orang. Itu pun belum termasuk gaji pokok, BPJS, maupun hak lainnya. “Kalau gaji pokok, BPJS, dan macam-macam belum masuk. Jadi masih banyak yang belum jelas,” ujarnya.
Ia menambahkan, penunggakan gaji terjadi sejak Januari hingga Februari 2024, dengan jumlah kasus beragam tergantung pada posisi karyawan. “Kalau tenaga kesehatan rata-rata dari Februari belum dibayar. Termasuk BPJS ketenagakerjaan juga belum ada lagi dilanjutkan pembayarannya,” kata dia.
Parahnya, ada pula karyawan yang masuk sejak pertengahan 2023 tidak pernah didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan. “Sudah 1-2 tahun kerja, tapi enggak didaftarin. Padahal itu hak dasar pekerja,”ungkapnya.
Kondisi ini semakin memperberat para mantan karyawan. Sebagian di antaranya harus menanggung biaya pribadi untuk kesehatan atau bahkan menunggak pembayaran karena tidak adanya perlindungan jaminan sosial.
Dampak dari belum dibayarkannya gaji membuat banyak karyawan akhirnya pulang ke kampung halaman, karena tidak mampu bertahan hidup di Samarinda. Menurutnya, beberapa rekan yang sebelumnya kos di Samarinda terpaksa meninggalkan kota karena sudah tidak punya penghasilan tetap.
“Ada yang pulang ke Paser, ada juga yang balik ke Jawa atau Sulawesi. Kasihan, teman-teman lama menunggu, banyak yang punya tanggungan keluarga. Ada juga yang sudah berumah tangga, punya anak, tapi belum ada kepastian gaji,” sambungnya.
Berdasarkan aturan ketenagakerjaan, Disnakertrans telah mengeluarkan nota pemeriksaan pertama (nota satu) pada 15 Agustus lalu, dengan masa berlaku 30 hari. Jika hingga 15 September tidak dijalankan, Disnakertrans akan menerbitkan nota kedua yang berlaku tujuh hari.
“Nanti kalau selama nota dua juga masih enggak dilakukan, baru masuk ke penyidikan Disnaker. Prosesnya memang masih panjang,”jelasnya.
Ia menegaskan, meski jalur hukum masih panjang, para karyawan tetap mengikuti proses sesuai prosedur. “Kami enggak langsung bawa ke pengadilan, tapi mengikuti aturan dari Disnaker dulu,” ujarnya.
Meski proses hukum masih berjalan, para mantan karyawan berharap hak-hak mereka segera dibayarkan tanpa perlu menunggu terlalu lama. “Pastinya pengen cepat dibayar, itu aja sih. Kasihan teman-teman yang sudah lama nunggu,” kata salah satu mantan karyawan.
Mereka juga mendesak agar pemerintah daerah memberi perhatian serius. “Kalau bisa, jangan sampai proses ini berlarut-larut. Kami kan hanya menuntut hak, bukan minta yang bukan-bukan,” tuturnya.
Situasi ini, menurut para karyawan, bukan hanya soal tunggakan gaji, melainkan juga soal kepastian hukum dan penghormatan terhadap hak pekerja. “Kami ingin manajemen bertanggung jawab. Janji-janji terus, tapi kenyataannya enggak pernah ditepati. Itu yang bikin kami kecewa,”tegasnya.
Sementara itu, Kuasa hukum RSHD Samarinda, Febronius Kusi Kefi dari Advice Law Office, menyampaikan bahwa pihak rumah sakit tetap berkomitmen membayar tunggakan gaji karyawan.
“Yang pertama itu adalah bahwa rumah sakit tetap berkomitmen untuk mau melakukan pembayaran terhadap tunggakan upah karyawan. Artinya tetap konsisten untuk menyelesaikan itu,” ungkap Febronius.
Namun, Dia mengakui pembayaran belum bisa dilakukan dalam waktu dekat karena manajemen masih dalam tahap negosiasi dengan investor.
“Sampai pada saat ini pihak rumah sakit masih dalam tahap negosiasi dengan pihak investor. Kami masih melakukan langkah negosiasi dengan calon buyer terhadap rumah sakit atau investor,” jelasnya.
Febronius menambahkan, jika proses negosiasi berjalan mulus, pembayaran akan dilakukan melalui Disnaker untuk memastikan transparansi. “Rencananya, pembayaran nanti dilakukan secara tunai di Disnaker. Jadi langsung diserahkan ke karyawan disaksikan pihak dinas,” pungkas Febronius. (MAYANG/ARIE)












