SULITNYA IZIN GALIAN C

Persoalan Pasir di Berau Belum Tuntas-Tuntas

Aktivitas penambangan pasir di Berau terhenti karena alasan hukum dan regulasi.

Masalah pasir di Bumi Batiwakkal, tak kunjung tuntas dalam beberapa tahun terakhir. Saat proyek pemerintah hendak jalan, selalu penambangan dihentikan. Lagi-lagi soal izin, sulit mendapatkannya.

Kelangkaan material pasir dan koral di Kabupaten Berau kini menjadi perhatian serius berbagai pihak. Pasalnya, kondisi ini dinilai telah menghambat sejumlah proyek pembangunan.

Seperti diketahui, satu-satunya sumber pasir dan koral di Berau berasal dari sungai. Namun, aktivitas penambangan kini dihentikan karena alasan hukum dan regulasi, sehingga suplai material menjadi tersendat.

Kelangkaan pasir dan koral di Berau disebabkan oleh sulitnya mendapatkan izin galian C. Banyak penambang yang belum memiliki izin resmi, sehingga aktivitas mereka terhenti.

Ketua Asosiasi Pekerja Pasir dan Koral Berau, Fery Hayadi mengeluhan tentang sulitnya memperoleh izin resmi, meskipun berbagai upaya sudah dilakukan.Selama ini, para pengusaha dan pekerja berjalan sendiri menghadapi kerumitan aturan.

“Selama ini, selain prosesnya rumit, biaya pengurusan izin juga tidak sedikit. Padahal kami ingin beroperasi secara legal,” kata Fery, Rabu (30/7/2025).

Menurutnya, ketidakjelasan perizinan membuat para penambang lokal terjepit. Di satu sisi mereka dibutuhkan untuk memasok kebutuhan material pembangunan, di sisi lain mereka tidak memiliki dasar hukum untuk beroperasi.

“Besar harapan kami, baik DPRD dan Pemkab Berau, bisa membantu kami, mencari solusi konkret. Banyak dari kami yang menggantungkan hidup dari usaha ini. Kalau terus dibatasi tanpa jalan keluar, bagaimana kami bisa bertahan,” tuturnya.

Fery mengungkapkan, bahwa DPRD Berau menyatakan siap menjadi jembatan antara pelaku usaha, pemerintah daerah, hingga pemerintah pusat untuk mencari jalan keluar yang legal, namun tetap adil bagi masyarakat kecil.

Ia menyebut dukungan DPRD menjadi harapan baru bagi pelaku usaha kecil yang selama ini merasa terpinggirkan dalam kebijakan formal. Langkah DPRD ini pun dinilai sebagai bagian dari menjaga keberlangsungan sektor informal yang turut menopang ekonomi lokal, sekaligus memastikan pembangunan daerah tetap inklusif dan berkeadilan.

“Semoga saja perhatian ini benar-benar berujung pada solusi. Kami hanya ingin tetap bisa bekerja dan menghidupi keluarga dari usaha yang sudah kami jalani bertahun-tahun,” harapnya.

Pelaku usaha berharap pemerintah tidak hanya menertibkan, tetapi juga memberikan solusi dan memfasilitasi pengurusan izin galian C.

“Kami juga ingin berkontribusi dalam pembayaran pajak jika sudah memiliki izin resmi,” imbuhnya.

Hal ini, menjadi perhatian pemerintah daerah. Bupati Berau, Sri Juniarsih, menyatakan akan membentuk Pokja untuk mempercepat proses perizinan galian C dan mencari solusi bersama Forkopimda (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah).

Pemerintah juga mendorong keterlibatan Perusda Bhakti Praja (Badan Usaha Milik Daerah) untuk mengelola penambangan pasir dan koral secara profesional.

“Kelangkaan pasir dan koral yang disebabkan oleh terkendalanya perizinan aktivitas galian C ini menjadi perhatian serius Pemkab Berau. Karena, dampaknya dirasakan pada sektor pembangunan dan mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada aktivitas penambangan,” terang Bupati Sri Juniarsih.

Saat ini, pemerintah berupaya membentuk Pokja (Kelompok Kerja) untuk mempercepat proses perizinan dan mencari solusi komprehensif,” terang Bupati Sri Juniarsih.

Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Berau, Sekhnurdin, menyatakan, bahwa pihaknya akan segera melakukan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat provinsi.

“Dalam satu minggu ke depan, kami akan menghubungi rekan-rekan di ESDM Provinsi dan Balai Wilayah Sungai (BWS) Kaltim V untuk menjadwalkan pertemuan membahas hal ini,” kata Sekhnurdin.

Menurutnya, jika diurus dengan benar, usaha Galian C justru dapat memberikan dampak positif, baik bagi pelaku usaha maupun pemerintah daerah.

Legalitas menjadi kunci utama agar kegiatan tersebut bisa berjalan aman dan memberi kontribusi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak maupun retribusi.

“Kalau semua berjalan legal, tentu daerah juga akan mendapatkan manfaat dari sisi penerimaan,” tuturnya.

Ia menjelaskan, aktivitas Galian C sebenarnya bisa berperan penting dalam menjaga fungsi sungai. Salah satunya melalui proses normalisasi yang selama ini nyaris tak tersentuh.

“Selama ini, banyak sungai yang belum pernah dinormalisasi. Padahal penggalian material bisa membantu mencegah pendangkalan,” jelasnya.

Namun, Sekhnurdin mengakui masih ada tantangan, terutama terkait dampak lingkungan. Hal ini menjadi perhatian serius Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Berau.

Soal administrasi, menurut dia, sebenarnya tidak terlalu rumit. Namun, yang kerap menjadi kendala adalah syarat teknis yang memerlukan dokumen khusus dan keterlibatan konsultan.

“Dibutuhkan dokumen teknis, seperti studi kelayakan dan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB). Ini yang sering membuat pengusaha kesulitan, karena perlu pendampingan dari konsultan,” pungkasnya. (RIZAL/ARIE)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *