PENAHANAN puluhan ijazah oleh perusahaan penyedia jasa keamanan, PT Satu Solid Indonesia (SSI), yang beroperasi di Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Tanah Kuning – Mangkupadi, menuai protes dari para pekerjanya.
Tidak terima dengan perlakuan tersebut, puluhan pekerja akhirnya mendatangi Kantor Dinas Transmigrasi Tenaga Kerja (Distransnaker) Kabupaten Bulungan untuk mengadukan nasib mereka.
Salah satu pekerja, Pujo Agus Widodo (23) menyatakan, sejak awal bekerja di PT SSI, ia dan rekan-rekannya diminta menyerahkan ijazah sebagai syarat administrasi. Namun hingga kini, dokumen penting itu tak kunjung dikembalikan.
“Penahanan ijazah sampai saat ini belum ada kejelasan. Dari awal kami kerja, sampai sekarang belum dapat kembali ijazah kami,” ungkap Pujo, Rabu (23/7/2025).
Menurutnya, jumlah ijazah yang ditahan perusahaan diperkirakan mencapai lebih dari 80 lembar, baik milik pekerja aktif maupun mereka yang sudah resign. Ia juga menyebut, para pekerja yang sudah keluar dari perusahaan bahkan sudah menunggu berbulan-bulan, hingga bertahun-tahun, namun belum mendapat kepastian.
“Ada yang sudah keluar lebih dari empat bulan, tapi belum ada konfirmasi apa pun dari perusahaan,” imbuhnya.
Aris Wanto (40) pekerja lainnya, menambahkan bahwa awalnya pihak perusahaan memberikan tanda terima saat mengambil ijazah para pekerja. Namun, saat hendak meminta kembali dokumen tersebut, perusahaan terkesan mempersulit.
“Memang waktu awal kami kerja ada semacam tanda terima, ditandatangani pekerja dan perwakilan perusahaan. Tapi saat kami ingin ambil lagi, prosesnya sulit sekali,” kata Aris.
Aris menduga penahanan ijazah tersebut dilakukan agar para pekerja tidak berpindah kerja ke perusahaan lain. Ia menilai tindakan ini tidak adil, apalagi bagi mereka yang sudah tidak lagi terikat kontrak kerja.
“Mungkin ini cara agar kami tidak kerja ke tempat lain. Tapi kenyataannya, yang sudah keluar pun susah ambil ijazahnya. Tidak ada respons dari PT SSI sendiri,” jelasnya.
Dia mengatakan, tujuan pekerja melapor ke Disnakertrans bukan untuk membuat konflik, tetapi agar hak mereka sebagai pekerja dihargai. Mereka hanya ingin ijazah mereka dikembalikan, dan tak ada tekanan atau sanksi jika suatu saat mereka bekerja di tempat lain.
“Kami hanya ingin ijazah kami dikembalikan,” pungkasnya. (ALAN)












