Milik Indonesia, bukan hanya Kaltim

Keberlanjutan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) terus menjadi pertanyaan, berbagai isu berhembus, mulai dari dianggap untuk kepentingan Kalimantan Timur (Kaltim), hingga wacana dijadikan kantor Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim.

Sekretaris DPD PDI Perjuangan Kalimantan Timur, Ananda Emira Moeis menegaskan, bahwa Ibu Kota Nusantara (IKN) adalah milik seluruh bangsa Indonesia, bukan hanya untuk kepentingan provinsi Kalimantan Timur semata. Pernyataan itu, ia sampaikan menanggapi wacana yang berkembang belakangan soal “IKN untuk Kaltim” yang dinilai tidak tepat secara visi maupun konstitusi.

“Enggaklah, IKN itu bukan hanya untuk Kaltim. IKN itu untuk seluruh rakyat Indonesia. Kita harus berpikir luas, berpikir sebagai bangsa,”ujar Ananda saat ditemui usai Sarasehan Kader Perempuan PDI Perjuangan Kaltim, di Kantor DPD PDI Perjuangan Kaltim, Rabu (23/7/2025).

Menurut Ananda, semangat pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur sejak awal adalah untuk menciptakan pemerataan pembangunan nasional, mengurangi beban Pulau Jawa, dan memperkuat kohesi antarwilayah di Indonesia.

“Jangan dibalik logikanya. IKN bukan untuk menggantikan Kaltim, apalagi cuma untuk kepentingan daerah. Ini proyek kebangsaan, proyek peradaban. Justru karena IKN ada di sini, Kaltim harus siap menjadi tuan rumah yang baik,” kata Ananda.

Sebagai partai pengusung utama kebijakan pemindahan ibu kota sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo, PDI Perjuangan konsisten menyuarakan pentingnya memastikan bahwa pembangunan IKN tidak memarginalkan daerah sekitarnya, tetapi justru memberdayakan kawasan penyangga dan masyarakat lokal.

“PDI Perjuangan dari awal menyuarakan semangat keadilan wilayah. Kita ingin agar pembangunan ini dinikmati semua. Bukan segelintir elit, bukan korporasi saja. Tapi rakyat juga harus merasa memiliki dan diikutsertakan,” tegas Ananda.

Menurutnya, tantangan ke depan adalah memastikan keterlibatan aktif masyarakat lokal dalam pembangunan IKN, baik melalui akses ekonomi, keterampilan kerja, pendidikan, maupun pemberdayaan UMKM.

Menanggapi sejumlah suara sumbang yang mulai mempertanyakan kelanjutan proyek IKN atau menyempitkan manfaatnya secara politis hanya untuk Kaltim, Ananda menyerukan agar seluruh elemen bangsa tetap optimis dan mendukung kelanjutan pembangunan secara konsisten.

“Ayo kita bangun dulu IKN ini dengan benar. Jangan dulu bicara ini untuk siapa, karena ini untuk semuanya. Kita tunjukkan bahwa kita bisa jadi ibu kota yang inklusif, hijau, dan modern,” ajaknya.

Ananda yang juga Wakil Ketua DPRD Kaltim menilai, Hal itu terlalu dini jika wacana soal batas administratif atau cakupan politik IKN diperdebatkan di tengah proses pembangunan yang masih berjalan.

“Jangan terpancing framing yang melemahkan semangat kita. Kita jaga semangat gotong royong, semangat kebangsaan,” tambahnya.

Ananda juga menyinggung pentingnya keterlibatan perempuan dalam proses transformasi sosial di era IKN. Ia mendorong kader perempuan PDI Perjuangan untuk tidak hanya berperan dalam kegiatan partai, tetapi juga menjadi pelaku utama dalam pendidikan, kesehatan, dan penguatan ekonomi rumah tangga di tengah arus perubahan.

“Perempuan harus ambil peran. Kita ini bukan hanya pendukung, tapi pelaku utama. Dalam IKN nanti, kita harus hadir dalam ruang-ruang pengambilan keputusan, dalam ekonomi, dalam pembangunan komunitas,”tegasnya.

Terakhir, Ananda kembali menegaskan bahwa IKN bukan soal simbol atau lokasi semata, tapi tentang arah baru Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, adil, dan merata.

“Jangan pernah kita lihat IKN sebagai proyek Kaltim. Ini proyek Indonesia. Kita bangga IKN di sini, tapi tanggung jawabnya pun besar. Mari kita jaga bersama,”pungkasnya.

Wali Kota Samarinda, Andi Harun ikut berkomentar soal IKN. Dia menyatakan bahwa wacana pemindahan ibu kota Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dari Samarinda ke Ibu Kota Nusantara (IKN) tak bisa diputuskan secara terburu-buru.

Menurutnya, ada sejumlah faktor penting yang harus dikaji secara mendalam, mulai dari aspek kesejarahan, partisipasi masyarakat, hingga kemampuan anggaran daerah.

“Penetapan ibu kota provinsi bukan sekadar soal gedung atau fasilitas. Ada nilai historis dan adab terhadap keputusan para tokoh pendahulu kita yang tak bisa diabaikan,” ujar Andi Harun di Samarinda, Selasa 22 Juli 2025.

Jadi, siapa pun yang mengusulkan agar IKN menjadi ibu kota provinsi Kaltim seharusnya memahami terlebih dahulu konteks sejarah penetapan ibu kota saat ini. Dan menekankan bahwa keputusan tersebut tak cukup didasarkan pada pertimbangan infrastruktur semata, tetapi juga nilai-nilai kesejarahan yang telah melekat kuat dalam pembangunan Kaltim.

“Dalam sejarah bangsa ini, penetapan ibu kota provinsi selalu berasal dari bawah, bukan dari atas. Masyarakat Kaltim harus dilibatkan dalam wacana ini, termasuk tokoh-tokoh daerah,” kata Andi.

Ia menilai, kebijakan yang bersifat top-down dan tidak melibatkan masyarakat rentan menimbulkan kontroversi berkepanjangan, bahkan bisa memecah belah masyarakat Kaltim sendiri.

“Yang berbahaya adalah ketika wacana ini malah menimbulkan polarisasi di tengah masyarakat. Karena itu, saya berharap pembahasan ini cukup menjadi diskusi akademik saja, tidak perlu dibawa terlalu serius,” ucapnya.

Selain itu, Andi juga menyinggung soal kemampuan keuangan daerah untuk membiayai operasional IKN. Berdasarkan data yang ia kutip dari pernyataan Otorita IKN, biaya perawatan tahap pertama pembangunan IKN mencapai sedikitnya Rp 300 miliar per tahun. Hal ini, menurutnya, menjadi beban berat jika dibebankan kepada APBD Kaltim di masa depan.

“Baru tahap satu saja sudah butuh Rp300 miliar per tahun. Kalau sampai tahap dua dan tiga, apakah APBD kita sanggup menanggungnya? Ini yang harus dipikirkan secara rasional, bukan emosional,” tegasnya.

Andi menutup pernyataannya dengan menekankan pentingnya menghormati jasa, dan keputusan para tokoh besar Kaltim di masa lalu. Ia mengaku tidak ingin terlalu larut dalam polemik pemindahan ibu kota provinsi karena masih banyak isu lain yang lebih mendesak untuk diselesaikan, seperti perbaikan sekolah, infrastruktur, dan pengurangan angka pengangguran.

“Kalau bicara perpindahan ibu kota, jangan lupakan kontribusi para pendahulu. Adab itu lebih penting daripada ilmu. Saya sendiri sebagai kepala daerah tidak berani memutuskan jika tokoh-tokoh Kaltim belum dilibatkan,” ujarnya.(mayang/Rahmat/arie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *